TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan menerbitkan buku petunjuk teknis mengenai penggunaan alat pelindung diri atau APD yang sesuai standar.
“Buku petunjuk teknis sudah lengkap terkait dengan standar seperti apa yang diperlukan tenaga kesehatan, masyarakat, dan pasien. Dan jenis-jenis APD apa yang digunakan,” kata Direktur Jenderal Pelayanan Kemenkes Bambang Wibowo, Kamis, 9 April 2020.
Bambang mengatakan buku ini bisa dijadikan pedoman bagi masyarakat dan fasilitas layanan kesehatan yang membuat APD secara mandiri. Sebab, isi buku terdapat kualifikasi dan spesifikasi bahan yang diperlukan untuk membuat APD.
Menurut Bambang, APD sangat diperlukan oleh tenaga kesehatan, pasien dan masyarakat. Karena kebutuhannya tinggi di tengah wabah Covid-19, ketersediaan APD kini terbatas. Padahal, penggunaan APD yang tepat guna mampu mencegah transmisi SARS-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19.
Bambang mengatakan penggunaan APD tepat guna juga mampu bertindak sebagai penghalang antara bahan infeksius, seperti virus dan bakteri pada kulit, mulut, hidung atau selaput lendir dan mata bagi tenaga kesehatan maupun pasien.
Prinsipnya, kata Bambang, APD harus memberikan perlindungan pada bahaya spesifik seperti percikan, kontak langsung maupun tindak langsung. APD juga harus ringan dan nyaman digunakan, fleksibel, tidak menimbulkan bahaya tambahan, tidak mudah rusak, memenuhi ketentuan dan standar yang ada, mudah dipelihara dan tidak membatasi gerak petugas kesehatan.
Bambang menjelaskan, di dalam buku petunjuk teknis yang diterbitkan Kemenkes, ada penjelasan soal pemakaian masker dan gaun atau coverall. Untuk masker, misalnya, yang berbahan kain tidak dianjurkan untuk petugas kesehatan, tetapi bisa dipakai masyarakat. “Karena lebih baik pakai masker daripada tidak pakai sama sekali,” kata dia.
Buku tersebut juga menjelaskan secara rinci penggunaan masker bedah dan N95 bagi tenaga kesehatan. Terkait gaun atau coverall, Bambang mengatakan bahwa WHO dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sampai saat ini tidak mempersyaratkan penggunaan coverall. “Tapi apabila fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan sebagai alternatif, itu bisa digunakan,” kata Bambang.