TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Melki Laka Lena meminta pemerintah menyinkronkan data kasus Corona setiap enam jam. Usul ini disampaikan sehubungan dengan tidak sinkronnya data kasus Corona milik pusat dan daerah.
"Data butuh sinkronisasi tiap hari per enam jam, mulai jam 6 pagi, jam 12 siang, jam 6 sore, dan jam 12 malam," kata Melki kepada Tempo, Selasa, 7 April 2020.
Melki juga mengusulkan pengumuman data Corona oleh juru bicara pemerintah dilakukan setelah sinkronisasi pukul 18.00 WIB. Menurut dia, langkah ini bisa meminimalkan perbedaan data antara pusat dan daerah. "Rilis oleh jubir, Pak Yuri, sebaiknya jam tujuh malam sehingga data satu sama lain relatif sama," kata politikus Golkar ini.
Menurut dia, ketidaksesuaian data itu di antaranya berasal dari dua metode pengujian yang berbeda, yakni PCR dan rapid test. Bahkan, kata dia, pola PCR yang akurat pun masih bisa berbeda hasil jika sensitivitas serta kualitas alat dan sumber daya manusia (SDM) yang mengoperasikannya berbeda.
Dia menjelaskan, hingga saat ini rujukan utama untuk membaca PCR adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Kendati sebenarnya sudah banyak juga laboratorium yang diberi wewenang melakukan pengujian.
Menurut Melki, Balitbangkes secara acak akan memilih satu dari sepuluh laporan positif dan satu dari 20 laporan negatif untuk diuji ulang. Hasilnya pun bisa jadi berbeda antara laboratorium lain dan Balitbangkes. "Kalau ada perbedaan semacam ini rujukan yang dipakai hasil Kemenkes."
Sinkronisasi data itu harus dilakukan dengan kerja sama Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Di satu sisi, pekerjaan itu secara teknis memang ada di Balitbangkes. "Tapi karena Gugus Tugas yang diberi mandat, keduanya harus kerja sama," ucap dia.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo sebelumnya membenarkan jika data kasus positif virus Corona pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron. Namun, Gugus Tugas mengacu kepada data Kementerian Kesehatan.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | AHMAD FAIZ