TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kepala daerah mendesak pemerintah pusat mempercepat pelaksanaan rapid test Corona secara besar-besaran agar penyebaran virus Corona atau Covid-19 tidak semakin meluas. Meski tak bisa memastikan seseorang positif Covid-19, rapid test ini mampu menjadi alat deteksi awal.
Sejak Kamis, 19 Maret lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebetulnya telah memerintahkan tes cepat dalam cakupan yang lebih besar segera dilakukan. Dalam telekonferensi dengan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 itu, dia memerintahkan alat rapid test dan rumah sakit pelaksana tes diperbanyak. “Agar deteksi dini indikasi awal seseorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan," kata Jokowi di Istana Merdeka.
Di tempat terpisah, pada hari yang sama, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, memastikan pemerintah akan menyiapkan sedikitnya 1 juta alat rapid test. Sebanyak 150 ribu unit di antaranya telah tiba, sebagian dari Cina. Pembagian alat ini akan
dikoordinasi dengan kantor dinas kesehatan di tiap provinsi.
Datangnya alat itu di Jakarta tak otomatis membuat rapid test bisa digelar secara masif. Seretnya pendistribusian alat yang terbatas ini menjadi masalah lain yang muncul dua pekan terakhir. Karut-marut realisasi tes cepat ini ditengarai menjadi penyebab data tentang kasus positif Corona
di Indonesia tak sebesar kondisi yang sebenarnya.
Laporan Majalah Tempo, edisi 6-13 April 2020 menemukan sejumlah masalah dalam pengadaan barang yang menjadi salah satu penyebab pelaksanaan tes massal centang-perenang.
Ketika Jokowi menginstruksikan rapid test secara luas, pemerintah belum juga memutuskan jenis alat yang akan dipakai. Rencana pengadaan yang dibahas sejak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terbentuk pada medio Maret diwarnai tarik-ulur.
Kala itu, tim yang berisi pejabat lintas kementerian dan lembaga menimbang beberapa opsi untuk menguji Covid-19: mendatangkan alat rapid test serologi atau menambah kapasitas alat dan laboratorium untuk uji cepat molekuler dengan real-time polymerase chain reaction (RT-PCR). Pilihan merek alat untuk setiap metode uji itu pun beragam.
Uji cepat yang pertama menggunakan sampel darah pasien untuk memeriksa apakah antibodi telah bereaksi dengan virus Covid-19. Alat ini dinilai efektif memeriksa sampel dalam jumlah banyak dengan hasil tes yang lebih cepat. Adapun PCR menggunakan sampel cairan dari nasofaring atau dinding tenggorokan bagian atas untuk mendeteksi keberadaan virus. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sejak awal menilai metode ini lebih efektif dan akurat ketimbang rapid test antibodi.
Pemerintah agaknya memutuskan mendatangkan alat rapid tes. Pada 18 Maret lalu, anggota staf khusus Kementerian BUMN, Arya Sinulingga mengatakan bahwa PT RNI, badan usaha milik negara di bidang agroindustri dan perdagangan yang akan mendatangkan alat uji cepat asal Cina. Saat itu, Arya mengungkapkan, sebanyak 500 ribu unit rapid test kit pesanan RNI tersebut masih menunggu izin Kementerian Kesehatan.
Belakangan, diketahui bahwa rencana impor RNI bukan pesanan pemerintah untuk pengadaan alat tes cepat yang akan didistribusikan ke daerah, melainkan bisnis BUMN itu sendiri lewat anak usahanya di bidang perdagangan dan distribusi alat kesehatan, PT Rajawali Nusindo.
Hingga akhir pekan lalu, praktis belum ada alat uji cepat antibodi yang didatangkan pemerintah lewat mekanisme pengadaan barang dan jasa. Alat yang telah didistribusikan ke daerah sejauh ini merupakan hasil sumbangan sejumlah donatur, seperti dari pemerintah Cina, investor Tiongkok di Indonesia, dan Yayasan Buddha Tzu Chi. Walhasil, keterbatasan alat uji cepat terjadi di mana-mana.
Sumber Tempo yang mengetahui rencana pengadaan rapid test mengatakan Kementerian Kesehatan lewat Gugus Tugas justru akan mengimpor alat tes bikinan Nanjing Vazyme Biotech Co Ltd, Cina. Dimintai konfirmasi mengenai rencana pengadaan ini, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, menyatakan tak tahu merek yang akan didatangkan.
Yang jelas, menurut dia, pemerintah sudah mendistribusikan 470 ribu alat tes cepat. AdapunPerkiraan kebutuhan total pengadaan rapid test Corona sekitar 1 juta unit. “Sekarang sedang pengajuan pengadaan melalui Gugus Tugas," ujar Yurianto, Jumat, 3 April 2020.
DEWI NURITA | MAJALAH TEMPO