TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Bayu Dwi Anggono mengatakan penegakan hukum dalam penanganan penyebaran wabah virus Corona baru bisa dilakukan ketika daerah telah berstatus PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar).
Selama ini yang dilakukan, dia melanjutkan, pemerintah baik pusat maupun daerah sekedar menerapkan imbauan atau anjuran.
"Imbauan atau anjuran tidak bisa dipidana. Kecuali ketika nanti ada daerah yang secara resmi menetapkan PSBB," ujar Bayu dalam diskusi virtual 'Istana Bicara Darurat Sipil Corona' pada hari ini, Ahad, 5 April 2020.
Dia menjelaskan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan bisa digunakan, yakni mengenai ancaman sanksi pidana baik kurungan maupun denda terhadap pelanggar.
Menurut Bayu, pasal berlapis yang digaungkan Polri dalam mengatur physical distancing justru tidak bisa digunakan.
Ia menyebut salah satunya Pasal 212 yang berbunyi, 'Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.'
"Ini kan tidak ada ancaman kekerasan atau kekerasan, jadi tidak bisa digunakan," ucap Bayu.
Mengenai jenis sanksi pidana, Bayu menilai, denda adalah hukuman yang lebih memiliki peluang untuk diterapkan oleh aparat hukum. Besaran dendanya maksimal Rp 100 juta dan lebih besar dari ancaman pidana dalam kondisi darurat sipil.
Dia menyebut bahwa Darurat Kesehatan akan jauh lebih efektif dari segi penegakan hukum untuk menekan penyebaran virus corona.
"Ancamannya pidananya jauh lebih besar di Darurat Kesehatan sehingga akan lebih efektif," ucap Bayu.