TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan lembaganya menolak jika pandemi COVID-19 dijadikan dalih pembebasan koruptor. Ini terkait revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Hal tersebut sebagai respons atas pernyataannya beberapa hari lalu yang menyambut positif usulan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly soal revisi PP 99/2012, salah satunya dengan membebaskan narapidana kasus tindak pidana korupsi yang telah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua per tiga masa pidana.
"Beberapa hari yang lalu saya dihubungi sejumlah rekan-rekan media terkait wacana Menkumham untuk membebaskan sejumlah narapidana termasuk kasus korupsi," ucap Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Sabtu, 4 April 2020.
Dari jawaban itu, kata Ghufron, terdapat beragam respons dari publik dan kolega. Karena itu dia menegaskan beberapa hal atas pernyataannya itu.
Pertama, lanjut dia, pertanyaan teman media pada intinya memintai pendapatnya soal wacana Menkumham untuk membebaskan sejumlah narapidana termasuk kasus korupsi.
"Jawaban saya pada media menyampaikan, saya memahami kalau pandemi COVID-19 ini merupakan ancaman bagi kemanusiaan secara global atas dasar nilai kemanusiaan, namun agar tetap perlu dilakukan secara berkeadilan dan memperhatikan tercapainya tujuan pemidanaan," tuturnya.
Kedua, kata dia, maksud dari sisi kemanusiaan itu adalah bahwa COVID-19 mengancam jiwa narapidana, namun penekanannya adalah pada prasyarat keadilan. "Karena selama ini di saat kapasitas lapas yang melebihi 300 persen, masih banyak pemidanaan kepada napi koruptor faktanya tidak sesak seperti halnya sel napi umum sehingga tidak adil kalau ternyata napi koruptor diperlakukan yang sama dengan napi yang telah sesak kapasitasnya," ujar Ghufron.
Ketiga, ucap dia, soal memperhatikan tujuan pemidanaan. Maksudnya adalah bahwa alasan pembebasan kepada para narapidana tidak kemudian meniadakan prasyarat proses dan tahapan pembinaan napi di lapas.
Keempat, ia menegaskan bahwa perhatian utama dalam pernyataannya beberapa hari lalu itu adalah tentang aspek kemanusiaan serta perwujudan physical distancing di lapas.
Kelima, KPK tidak pernah diajak membahas soal wacana revisi PP 99/2012 tersebut. "Karenanya, konteksnya tentang wacana tersebut kami malah memberikan prasyarat bahwa walau rencana itu kami pahami atas dasar kemanusiaan namun kami memberikan koridor "keadilan dan ketercapaian tujuan pemidanaan" itu poin utama dari pernyataan saya tersebut," ujar dia.
Keenam, KPK memandang Kementerian Hukum dan HAM belum melakukan perbaikan pengelolaan lapas dan melaksanakan rencana aksi yang telah disusun sebelumnya terkait dengan perbaikan lapas.