TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria mendesak Dewan Perwakilan Rakyat mencabut omnibus law Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020. Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan rancangan aturan itu tidak hanya membahayakan buruh, tapi juga membahayakan petani, masyarakat adat dan sumber-sumber agraria di pedesaan.
"Reforma agraria dijadikan lip service, padahal RUU ini ideologi dan pasal-pasalnya justru bertentangan dengan tujuan reforma agraria, karena melegitimasi monopoli dan penguasaan tanah oleh kelompok korporasi dan elite bisnis," kata Dewi melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 April 2020.
Dewi menyebut RUU Cipta Kerja itu justru memiliki agenda terselubung ingin mengobrak-abrik prinsip reforma agraria dalam Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960. Sebaliknya, kata dia, aturan sapu jagat itu mendorong liberalisasi pasar tanah sehingga membahayakan keselamatan perani, buruh tani, dan masyarakat agraris di pedesaan.
Dewi juga menyayangkan sikap pemerintah dalam tiga pekan terakhir yang terus membangun opini publik tentang urgensi dan relevansi RUU Cipta Kerja dengan alasan-alasan krisis ekonomi akibat pandemi Corona. Ia menilai sikap DPR dan pemerintah ini justru kontraproduktif dan jauh dari keprihatian atas krisis yang tengah dihadapi masyarakat.
"Dengan pernyataan dan sikap yang semacam itu, DPR gagal menangkap aspirasi serta keresahan di bawah terkait peringatan luas bahaya RUU Cipta Kerja," ujar Dewi.
Desakan pencabutan RUU Cipta ini disampaikan KPA bersama sekitar 70 organisasi masyarakat, mulai dari serikat tani hingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di daerah. Selain desakan ini, mereka juga meminta DPR menunda pembahasan Prolegnas 2020 sampai situasi pandemi Corona berakhir agar prosesnya transparan dan publik bisa berpartisipasi.
Dewi menyampaikan, sebagai wakil rakyat, anggota DPR semestinya mengikuti perkembangan masalah agraria di lapangan. Praktik-praktik yang mengancam keselamatan masyarakat dan kedaulatan pangan nasional melalui penggusuran, tindakan represif, intimidasi, ancaman, dan kriminalisasi masih terjadi di situasi pandemi Corona ini.
Kasus-kasus itu, ujar Dewi, terjadi di Lahat dan Deli Serdang, Sumatera Utara; Luwu Utara, Luwu Raya, dan Soppeng di Sulawesi Selatan; dan Mamuju Tengah, Sulawesi Utara. "Tindakan ini justru kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan pembatasan jarak fisik, pencegahan kerumunan karena menimbulkan gejolak sosial di bawah," ucap Dewi.
Hari ini, DPR akan membacakan surat presiden tentang omnibus law RUU Cipta Kerja. Setelah surat presiden dibacakan, DPR akan menyepakati alat kelengkapan dewan yang akan membahas RUU tersebut.
Menurut hasil rapat Badan Musyawarah DPR yang digelar kemarin, Rabu, 1 April 2020, disepakati bahwa pembahasannya akan dilakukan di Badan Legislasi DPR. "RUU Cipta Kerja diserahkan pembahasannya kepada Baleg," kata Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi kepada Tempo, Kamis, 2 April 2020.