TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Erwin Natosmal, menilai Peraturan Pemerintah tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tak memberi perbedaan siginifikan di lapangan.
PSBB ini, kata dia, hanya membuat pemerintah daerah yang telah berinisiatif menetapkan status wilayahnya dengan pembatasan, harus mengajukan lagi statusnya ke Menteri Kesehatan untuk dievaluasi.
"Secara faktual, tidak ada perbedaan signifikan. Cuma ada lebih ada panduan koordinatif sebagaimana yang dimaksud UU Kekarantinaan Kesehatan," kata Erwin saat dihubungi Tempo, Rabu, 1 April 2020.
Erwin justru menyayangkan PSBB yang hanya sebatas memperketat langkah Pemda dalam berinisiatif menetapkan status kesehatan di wilayahnya. Padahal ia menilai selama ini inisiatif itu bagus. "Inisiatif Pemda itu lahir karena pemerintah pusat yang lalai merespon wabah yang tersebar demikian cepat," kata Erwin.
Ia mengatakan koordinasi antara Pemda dengan Pemerintah Pusat memang diperlukan,. Namun, Erwin melihat masalah yang dihadapi di lapangan tak hanya itu. Lalu lintas orang dan barang juga menjadi masalah utama. "Hal itu (PP PSBB) belum menjawab problem besar ancaman kesehatan. Pemerintah harus mengeluarkan satu lagi PP soal karantina wilayah," kata Erwin.
Ia mengatakan saat Presiden Joko Widodo mengumumkan status darurat kesehatan dan menetapkan strategi PSBB kemarin, yang menarik bagi masyarakat hanyalah terkait stimulus ekonomi bagi beberapa sektor yang terancam dengan status darurat kesehatan itu.
Selain itu, Erwin yang juga merupakan Kordinator Public Interest Lawyer Network (PILNET) Indonesia, mengatakan penetapan status darurat kesehatan masyarakat yang mendasari PP Pembatasan Sosial Berskala Besar ini, secara tidak langsung membatalkan status darurat sipil yang disampaikan pemerintah sehari sebelumnya.