TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR Nasir Djamil mengatakan rencana Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang ingin memberlakukan status darurat sipil dalam menghadapi pandemi virus corona belum mendesak. Ide Jokowi ini, kata dia, justru menunjukkan pendekatan kekuasaan, bukan menggerakkan fungsi-fungsi organisasi.
"Apalagi belum bisa memastikan apakah semua kepala daerah di Indonesia memiliki kapabilitas untuk menjadi penguasa darurat sipil daerah," kata Nasir saat dihubungi Tempo, Senin, 30 Maret 2020.
Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera ini, situasi darurat sipil berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Ia meminta Jokowi hati-hati dan jangan mudah menerima usulan agar memberlakukan darurat sipil.
Nasir menuturkan darurat sipil ini terkesan "menggoda" karena penguasa sipil akan memiliki kekuasaan penuh. "Tapi di balik itu darurat sipil menunjukkan bahwa penguasa sipil gagal mengatasi kondisi darurat dengan instrumen yang ada," ucap dia.
Ia menyarankan agar presiden dan para menteri serta para kepala daerah seluruh memaksimalkan kewenangan yang telah diatur dalam peraturan perundangan terkait menghadapi bencana. "Yang terjadi justru para menteri seperti tidak tahu apa yang harus dikerjakan," tuturnya.
Baca Juga:
Presiden Jokowi sempat menyinggung terkait penerapan kebijakan darurat sipil saat membuka rapat terbatas membahas laporan Gugus Tugas Penanganan Corona yang digelar lewat video conference, Senin, 30 Maret 2020. "Physical distancing dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Sehingga tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Jokowi.
Juru Bicara Istana Fadjroel Rachman mengungkapkan darurat sipil belum akan diterapkan. "Penerapan darurat sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19," kata dia.
AHMAD FAIZ