TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Rivanlee Anandar, mengatakan maklumat yang dikeluarkan Polri memungkinkan untuk dilakukan dalam kondisi merebaknya virus Corona seperti saat ini.
Namun ancaman pidana yang disertakan dalam maklumat itu dinilai berlebihan dan justru menunjukkan kepanikan negara karena lamban menangani penyebaran Corona.
"Sebagian orang mungkin belum tahu informasi mengenai Covid-19 yang kalau mau ditarik karena respon negara juga yang lambat. Ada masalah akses informasi yang dialami oleh publik baik dalam pencegahan maupun penanganan. Pidana dalam maklumat ini cenderung menunjukkan kepanikan negara atas sikap lambannya menangani covid-19," kata Rivanlee saat dihubungi, Kamis 26 Maret 2020.
Ia mengatakan dalam HAM memang pembatasan seperti itu memungkinkan, dengan catatan semuanya harus terukur. Maklumat Kapolri, kata dia, seharusnya diimbangi dengan kerja yang selaras dengan lembaga pemerintah lain dalam menangani pandemi ini.
"Sebab maklumat Kapolri akan menjadi percuma kalau tidak disertai dengan kemudahan publik dalam mengakses informasi perihal pemetaan, persebaran, anjuran, serta penanganan covid-19 dari pemerintah," tuturnya.
Rivanlee juga mengatakan KontraS khawatir nantinya ancaman pidana ini dapat menjadi preseden bagi kebebasan berkumpul setelah wabah Corona lewat.
"Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat sipil dan publik tentang masalah kesehatan publik, dan pemerintah harus memberikan peluang bagi masyarakat sipil dan publik untuk berpartisipasi dalam desain, implementasi, dan evaluasi tanggapan terhadap keadaan darurat kesehatan," kata dia.