TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia akan menelusuri faktor penyebab sejumlah dokter meninggal selama situasi pandemi Corona atau Covid-19. "Tidak semua karena faktor Covid-19. Ini yang mau kita telusuri faktor apa saja," kata Sekretaris Jenderal IDI Adib Khumaidi saat dihubungi Tempo, Senin, 23 Maret 2020.
Adib mengatakan, dari data yang diterima IDI, ada enam dokter yang meninggal selama situasi pandemi ini. Dari jumlah itu, beberapa dinyatakan positif Covid-19. Namun, IDI belum mengetahui hasil laboratorium terhadap mereka. Selain itu, ada juga yang meninggal karena faktor riwayat stroke, melakukan perjalanan ke daerah terjangkit, dan kelelahan.
IDI, kata Adib, akan menelusuri apakah anggota mereka yang meninggal karena sebelumnya memiliki kontak dan merawat pasien Covid-19. "Kami coba telusuri karena informasi yang kami dapat tidak semua faktor kontak secara langsung dari pasien yang dia rawat," ujarnya.
Enam dokter yang meninggal selama situasi pandemi Corona ini di antaranya anggpta IDI Cabang Jakarta Selatan, Hadio Ali; anggota IDI Cabang Kota Bogor, Djoko Judodjoko; anggota IDI Cabang Jakarta Timur, Laurentius P; anggota IDI Cabang Kota Bekasi, Adi Mirsaputra; anggota IDI Cabang Medan, Ucok Martin; dan anggota IDI Cabang Bandung Barat, Toni D. Silitonga yang meninggal karena Jantung. PD IDI menyebut nama-nama dokter ini di akun Instagram resmi mereka.
Para dokter dinyatakan sebagai korban pandemi Covid-19, kecuali dokter Toni D. Silitonga yang meninggal karena kelelahan dan serangan jantung. Almarhum merupakan Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Bandung Barat, sekaligus Satgas Tim Penanggulangan Covid-19.
Menurut Adib, pola shift layanan bagi tenaga medis saat ini perlu jadi perhatian, karena jumlah tenaga medis berkurang. Hal itu terjadi karena banyak dokter spesialis, dokter yang merawat hingga sedang pendidikan di Jakarta, Surabaya, dan Malang, sudah diisolasi. Para dokter yang diisolasi ini memiliki kontak dengan pasien Corona dan merasakan gejala.
Selain itu, Adib juga meminta pemerintah memastikan ketersediaan alat perlindungan diri (APD) standar. APD tidak hanya untuk rumah sakit rujukan dan pemerintah. "Tapi perlu juga RS front liner, swasta, puskesmas, klinik karena mereka yang terima pasien dari awal."