TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner KPU Evi Novida Ginting menyampaikan keberatan atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat dirinya. Evi bahkan menilai putusan bernomor 317-PKE-DKPP/X/2019 itu berlebihan.
"Saya mengajukan keberatan dalam putusan DKPP dengan berbagai alasan," kata Evi dalam konferensi pers, Kamis, 19 Maret 2020.
Alasan pertama, Evi mengatakan pengadu, dalam hal ini adalah Hendri Makaluasc, sudah mencabut aduannya. Pencabutan disampaikan melalui surat yang disampaikan langsung dalam sidang 13 November 2019 yang dipimpin anggota DKPP Ida Budhiati.
Evi mengatakan pencabutan pengaduan itu berarti sudah tak ada lagi pihak yang dirugikan atas keputusan KPU Kalimantan Barat terkait rekapitulasi perolehan suara hasil pemilu dan peetapan calon terpilih.
Evi juga berdalih bahwa DKPP hanya memiliki kewenangan pasif seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni melakukan pemeriksaan berdasarkan pengaduan. Dewan etik, kata dia, tak lagi memiliki dasar untuk menggelar sidang setelah pengaduan itu dicabut.
"Pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak dirugikan seperti dalam perkara ini sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU sebagai lembaga peradilan etik yang pasif," kata Evi.
Selain itu, Evi menyoal jumlah anggota DKPP yang hadir dalam sidang putusan pemecatan dirinya. Kata dia, sidang itu tidak sah karena hanya dihadiri empat orang anggota. Evi menyebut hal ini bertentangan dengan Pasal 36 ayat 2 Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2019 yang mewajibkan pleno pengambilan keputusan minimal dihadiri lima orang.
"Putusan ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dilaksanakan," kata Evi.
Ia juga mengatakan KPU hanya melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas sengketa hasil pemilu yang diajukan Hendri Makaluasc. Menurut Evi, MK dalam putusannya hanya mengoreksi perolehan suara Hendri Makaluasc.
Terakhir, Evi mengaku tak memiliki kesempatan membela diri dalam sidang DKPP. Ia mengatakan tak bisa menghadiri sidang pemeriksaan dirinya karena sedang menjalani operasi usus buntu.
"Saya akan mengajukan gugatan untuk meminta pembatalan putusan DKPP," ujar Evi.
DKPP sebelumnya memecat Evi dan memberikan peringatan keras kepada lima komisioner KPU RI lainnya. DKPP menilai mereka terbukti melanggar etik karena mengintervensi penetapan suara calon terpilih DPRD Kalimantan Barat.
Dalam putusannya, DKPP menyebutkan bahwa Hendri Makaluasc memang telah mencabut aduannya. Namun DKPP menimbang perlu untuk melanjutkan pemeriksaan perkara, merujuk pada pokok aduan, alat bukti, dan ketentuan Pasal 19 Peraturan DKPP nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu.