TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut terdapat potensi kerugian negara dalam defisit yang dialami Badan Pengelola Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan. "Apakah defisit menyangkut juga potensi kerugian negara, iya jelas," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di kantornya, Jakarta, Jumat, 13 Maret 2020.
Ghufron mengatakan BPJS Kesehatan menggunakan mekanisme iuran yang mengumpulkan uang masyarakat berdasarkan regulasi undang-undang. Dia mengatakan penggunaan uang itu punya dimensi publik.
Karenanya, kata dia, KPK melakukan kajian terhadap pembiayaan BPJS. Dalam kajiannya, KPK menemukan bahwa defisit BPJS terjadi karena adanya kecurangan atau fraud dan inefisiensi.
Adapun BPJS Kesehatan mencatatkan mengalami defisit sebanyak Rp 12,2 triliun pada 2019. Ghufron mengatakan, ketika mengalami defisit, maka akan menggunakan anggaran negara untuk menambalnya. "Bila Rp 12,2 triliun itu tidak tercover toh nanti akhirnya juga minta ke APBN," kata dia.
Ghufron mengatakan dalam kerangka itu, KPK mengkaji penyebab dari kekurangan uang BPJS tersebut. "Apakah ini benar kurang, jangan2 kurangnya karena inefisien dalam proses pelaksanaan pemberian jaminan kesehatannya, karena tidak terverifikasi pesertanya, kemudian overpayment atau fraud di lapangan," kata dia.
Ghufron meminta pemerintah segera melakukan rekomendasi yang diberikan KPK untuk mengatasi fraud dan inefisiensi dalam pemberian dana BPJS Kesehatan. Bila tak diperbaiki, kata dia, efeknya akan menimbulkan kerugian negara.