TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, memaparkan hasil penelitian yang dilakukan di Cina baru-baru ini soal pengaruh rokok terhadap penularan virus corona atau covid-19. Hasil penelitian tersebut, kata Amin, menunjukkan perokok lebih beresiko tertular ketimbang yang tidak merokok.
"Nah Kami lihat di sini untuk yang smoking atau smoker, ACE2 nya sangat signifikan CD209 juga. Jadi dua molekul ini yang memiliki peran dan ini meningkat ekspresinya pada orang-orang yang merokok," kata Amin dalam diskusi di kantor PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Jumat 13 Maret 2020.
Pada penelitian bertajuk 'Epidemiological and clinical features of the 2019 novel coronavirus outbreak in China' yang digunakan Amin sebagai rujukan, terdapat beberapa variabel yang diambil sebagai sampel. Pertama gender, yakni laki-laki, usia, dan perilaku merokok. Hasilnya molekul ACE2 dan CD209 paling besar terdapat pada mereka yang merokok.
ACE2 dan CD209 adalah dua molekul yang Amin gambarkan sebagai sebuah pelabuhan bagi virus corona. Semakin banyak dua molekul tersebut dalam tubuh, maka semakin banyak tempat bagi virus corona berlabuh.
"Tentu kalau pelabuhannya makin banyak yang bisa berlabuh itu makin banyak. Ini memperlihatkan, kenapa kok orang yang merokok itu memiliki kesempatan lebih besar untuk kemasukkan virus. Karena receptornya lebih banyak," ujarnya.
Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Feni Fitriani menyebut selama ini banyak yang menyebarkan informasi tidak benar terkait rokok dan virus. Feni menyebut banyak yang menganggap rokok bisa membunuh virus karena menimbulkan sensasi hangat. Padahal menurutnya tidak seperti itu.
"Jadi itu tidak benar kalau dikatakan rokok malah melindungi. Buktinya kita sama-sama tahu bahkan kalau bisa dibilang itu malah resiko double. Malah tanpa covid-19 saja orang yang merokok itu sudah mengalami kerentanan di saluran nafas," tuturnya.