TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memvonis perantara suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Muhtar Ependy, 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Majelis hakim menilai orang dekat Akil ini menerima suap Rp 16,427 miliar dan US$ 816.700 terkait pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi serta tindak pidana pencucian uang.
"Menyatakan terdakwa Muhtar Ependy telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan gabungan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim, Ni Made Sudani, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 12 Maret 2020.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Muhtar divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp 450 juta subsider 6 bulan kurungan.
Muhtar disebut menerima suap dari Romi Herton selaku calon nomor urut 2 Pilkada Kota Palembang 2013. Romi dan pasangannya lalu mengajukan keberatan ke MK.
Romi kemudian meminta tolong kepada orang dekat Akil, yaitu Muhtar Ependy. Selanjutnya Muhtar Ependy menyampaikan permintaan Romi kepada Akil. Belakangan, Akil meminta Muhtar agar Romi menyediakan uang.
Uang diberikan secara bertahap, yaitu pada 13 Mei 2013, Romi Herton melalui Masyito menyerahkan uang sebesar Rp 11,395 miliar, US$ 316.700 dan Rp 32 juta kepada Akil Mochtar melalui Muhtar Ependy di BPD Kalimantan Barat cabang Jakarta, sedangkan sisanya Rp 5 miliar akan diserahkan setelah permohonan kebaratan atas hasil Pilkada Kota Palembang diputus MK.