TEMPO.CO, Semarang - Massa penolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Kota Semarang melakukan long march sejauh 12 kilometer pada Rabu, 11 Maret 2020. Mereka memulai aksi dari Teman Lele Kecamatan Tugu menuju Kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Kota Semarang.
Long march tersebut dikawal aparat kepolisian hingga depan gubernuran. Massa yang menamakan diri Rakyat Jawa Tengah Melawan atau Rajam itu terdiri dari organisasi buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil.
Di depan gubernuran, perwakilan massa berorasi secara bergantian di atas mobil komando. Mereka menilai banyak poin di RUU Cipta Kerja yang tak berpihak kepada rakyat. Mereka meminta pembahasan RUU itu tak dilanjutkan. "Hentikan pembahasan omnibus law," kata perwakilan massa, Mulyono.
Dia menyoroti aturan dalam omnibus law tentang ketenagakerjaan. Menurut Mulyono, banyak aturan yang melemahkan buruh, misalnya untuk berserikat, penghapusan cuti, pengurangan pesangon. "Selama ini belum ada omnibus law saja banyak perusahaan yang melanggar," ucap dia.
Didik Armansyah dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Semarang menyebutkan, mahasiswa turut menolak karena menilai omnibus law mengancam nasib orang tua mereka yang sebagian adalah buruh. Menurutnya, mahasiswa ketika lulus juga akan terjun ke dunia kerja dan bakal merasakan imbas omnibus law.
Didik menyebut, mereka akan mengawal hingga RUU ini dibatalkan. "Ini aksi pemanasan. Aksi yang lebih besar nanti tanggal 23 Maret," kata dia. "Sekarang kuliah sudah mahal. Akan makin susah untuk mengenyam pendidikan tinggi."
Didik juga menyoroti kelangsungan kelestarian lingkungan yang bakal terancam melalui omnibus law. "Dalihnya mempermudah investasi tanpa memperhatikan analisis dampak mengenai lingkungan," ucapnya.