TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan keluar dari Rumah Tahanan Kejaksaan Agung kemarin, Selasa, 10 Maret 2020, setelah Mahkamah Agung menjatuhkan vonis bebas pada 9 Maret 2020.
Begitu bertemu wartawan setelah dibebaskan, Karen Agustiawan mengimbau insan pers agar menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap terdakwa.
"Karena saya banyak melihat bahwa 'koruptor' sempat disematkan walau proses hukum masih berjalan dan belum inkrach," kata dia di Kejaksaan Agung.
Dia menuturkan bahwa putusan MA terhadap dirinya adalah pelajaran bahwa praduga tak bersalah harus diterapkan pada terdakwa
Karen Agustiawan juga meminta media massa tak lagi sembarang menyematkan kata 'koruptor' kepada seseorang sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (incrach).
"Mari sama-sama berubah sampai proses hukumnya itu inkrach, jangan seseorang disematkan sebagai koruptor."
MA memvonis bebas Karen Agustiawan pada 9 Maret 2020.
Dia dituduh mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam akuisisi Blok BMG di Australia pada 2009.
Karen juga dianggap melakukan investasi tanpa pembahasan dan kajian terlebih dahulu serta tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina.
Atas perbuatannya, Karen Agustiawan dituduh merugikan negara Rp 568 miliar dan memperkaya Roc Oil Company Australia.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta negeri menyebut Karen melakukan tindak pidana korupsi bersama Direktur Keuangan Pertamina Ferederick T Siahaan; Manager Merger dan Akusisi Pertamina Bayu Kristanto dan Legal Consul and Compliance Genades Panjaitan.
Dia diganjar hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Karen Agustiawan lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tapi pengajuan banding ditolak dan Pengadilan Tinggi DKI memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama.
Karen Agustiawan kemudian mengajukan kasasi ke MA.