TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengadili tersangka buron Harun Masiku dan Nurhadi secara in absentia, belum layak diterapkan. "Karena Pimpinan KPK belum serius mencari dan menangkap dua orang itu," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dihubungi pada Jumat, 6 Maret 2020.
Kurnia mengatakan, peradilan in absentia itu harus lah menjadi upaya akhir ketika dua tersangka buron itu tidak lagi dapat ditemukan. Hingga saat ini, ia belum melihat ada upaya secara serius dan nyata dari KPK untuk mencari Harun dan Nurhadi.
"Sebelum memutuskan untuk melakukan peradilan in absentia, mereka harus menunjukkan terlebih dahulu kepada publik keseriusan menangkap Harun Masiku dan Nurhadi," kata Kurnia.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengemukakan, proses peradilan in absentia bakal ditempuh jika hingga pelimpahan berkas perkara ke pengadilan, Harun masiku dan Nurhadi tetap tidak diketahui keberadaannya. "Tidak menutup kemungkinan akan tetap kami lanjutkan persidangan dengan in absentia," ujar Ghufron pada 5 Maret 2020.
Ghufron mengatakan keterangan dari para tersangka memang penting untuk pembuktian kasus ini. Namun, ia mengatakan bukti yang dimiliki KPK sudah cukup untuk membuktikan bahwa keduanya bersalah.
Menurut Ghufron proses di pengadilan sebenarnya merupakan kesempatan bagi para terdakwa untuk membela diri. KPK tak mau ambil pusing bila mereka tak mau ambil kesempatan itu. "Proses hukum tidak boleh terhambat."
ANDITA RAHMA | M. ROSSENO AJI