TEMPO.CO, Yogyakarta - Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada Selasa pagi pukul 05.22 WIB membuat warga sekitar panik. Saking paniknya akibat suara gemuruh erupsi, salah satu warga di lereng gunung itu mengalami patah tulang lutut karena lari dan melindungi bayinya lalu jatuh.
"Awalnya saya masih di kamar menyusui anak yang baru umur 15 bulan. Tiba-tiba kakak saya teriak-teriak kalau Merapi erupsi. Suara gemuruhnya kenceng banget, mas. Lalu saya langsung lari keluar rumah sambil gendong anak. Rencana mau ke jalan raya barat rumah saya. Karena panik terus saya jatuh. Lutut saya gunakan menyangga tubuh saya dan anak saya," kata Dian Pertiwi, warga yang tulang kakinya patah, Selasa, 3 Maret 2020.
Dian merupakan warga Dukuh Besalen, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman. Desa ini memang berada dekat dengan Gunung Merapi.
Erupsi Merapi kali ini tergolong besar. Awan panas yang membentuk kolom ke atas mencapai 6.000 meter di atas puncak. Bahkan warga dj beberapa dusun sudah siap mengungsi di beberapa titik kumpul evakuasi.
Setelah jatuh, Dian dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Paramedika oleh para tetangganya. Dari pemeriksaan, diketahui tulang lututnya patah.
Namun karena rumah sakit itu belum bisa menangani patah tulang, Dian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Prambanan. Rencananya, ia akan menjalani operasi tulang pada Rabu, 4 Maret 2020.
"Namanya juga panik, punya anak kecil kalau Merapi erupsi tetap takut," kata Dian.
Kepala Desa Glagaharjo Suroto mengatakan, warga yang berada di dusun dekat puncak Merapi memang sudah siap dan siaga jika sewaktu-waktu terjadi erupsi. Maka, ketika ada suara gemuruh dan terjadi erupsi, warga langsung menuju titik kumpul evakuasi.
"Kalau dusun Besalen itu wilayah kami yang paling bawah. Dampak langsung (berupa korban) akibat awan panas guguran tidak ada. Kalau misalnya ada yang jatuh saat panik, kami akan cek," kata Suroto.
Hujan abu akibat erupsi itu justru terjadi di luar Daerah Istimewa Yogyakarta. Hujan abu justru terjadi di Boyolali, Surakarta hingga Kabupaten Sukoharjo.