TEMPO.CO, Jakarta - Warga Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, berencana menggelar aksi pada 16 Maret memprotes rencana pembangunan smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Salah satu yang diprotes ialah proses terkait pembebasan lahan untuk pembangunan proyek tambang itu.
Menurut Jabir Zanela, salah satu tokoh masyarakat dari Desa Benete Sumbawa Barat, terjadi intimidasi terhadap masyarakat dalam proses pembebasan lahan tersebut. Penentuan harga pun dinilai terlalu rendah. "Unsurnya pemaksaan, harga tanah juga enggak masuk dalam hitung-hitungan regulasi," kata Jabir kepada Tempo, Senin, 2 Maret 2020.
Jabir belum merinci bagaimana hitung-hitungan yang dia maksud. Namun dia mencontohkan, ada kawasan yang dihargai Rp 750 ribu per are, ada yang Rp 2 juta per are, dan ada pula yang Rp 5 juta per are.
Penentuan harga itu ditentukan berdasarkan appraisal yang dilakukan tim independen yang dibentuk pemerintah daerah dan perusahaan. Menurut Jabir, mestinya ada pembicaraan dan kajian dengan masyarakat terkait penentuan harga tersebut.
"Ini kan tambang, bukan home industry. Mestinya ada kajian lebih mendalam, kalau pengadaan ini independen pemerintah harus siapkan LBH-nya, sehingga masyarakat ada tempat mengadu," ujar dia.
Menurut Jabir, intimidasi diduga melibatkan oknum aparat hingga preman bisnis. Namun dia pun enggan menduga-duga dari siapa intimidasi itu berasal. Dampak dari intimidasi itu adalah beberapa warga akhirnya melepas tanahnya meskipun sebenarnya belum rela.
Jabir menegaskan bahwa warga tak menolak pembangunan smelter dan industri turunan yang bakal memakan lahan 850 hektare itu. Namun, dia mengatakan, warga berharap pemerintah daerah dan manajemen Amman Mineral bersedia duduk bersama dan berbicara warga. "Kami mendukung sepenuhnya dengan catatan iklim investasi terjaga, tapi hak masyarakat jangan terabaikan," ujar dia.