TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Herawati Sudoyo, mengatakan belum ada penelitian ihwal kaitan hidup matinya virus Corona dengan suhu udara.
Dia menjawab asumsi dan kontroversi bahwa virus Corona tak ada di Indonesia karena cuaca panas dan matahari sepanjang tahun.
"Sampai sekarang belum ada penelitian mengenai peran dari suhu terhadap mati atau hidupnya Coronavirus," kata Herawati dalam diskusi "Korona, Kita Imun atau Melamun" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hari ini, Ahad, 1 Maret 2020.
Herawati menjelaskan bahwa virus Corona memang akan mati jika dipanasi dengan suhu 56 derajat Celcius selama 30 menit. Namun, dia mengingatkan, suhu di Indonesia tak mencapai 56 derajat.
Merujuk laporan cuaca dari Google Weather, suhu di Jakarta hari ini 29 derajat Celcius. Kategori panas ekstrem pernah terjadi pada Oktober 2019 yakni 37-39 derajat Celcius.
"Jadi itu sangat spekulatif kalau dibilang temperatur akan mengurangi (potensi terjangkit Corona)," ujar Herawati.
Dia menyatakan secara teori memang musim dingin membuat imun tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit.
Dia pun memberikan tips pencegahan terkena virus Corona yang dapat dilakukan masyarakat.
Merujuk pengalaman penyebaran flu burung atau H5N1 pada 2005, Herawati mengatakan ketahanan tubuh berperan penting dalam mencegah terjangkit.
Dia menyarankan masyarakat tetap menjaga kebersihan dan hati-hati berinteraksi dengan orang lain. Virus Corona ditularkan melalui batuk dan sneezing (bersin).
"Enggak ada cara lain kecuali kalau kita duduk, bersihkan mejanya, cuci tangan berulang-ulang."
Virus Corona pertama kali merebak di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Namun penyebarannya kini sudah menjangkau sekitar 58 negara di dunia.
Hingga kini sudah ada 2.979 orang meninggal dan 86.989 terjangkit virus Corona dengan pasien sembuh sebanyak 42.294.