TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengkritik langkah lima pimpinan KPK era Firli Bahuri yang menghentikan penyelidikan 36 kasus. Ia menilai jumlah kasus yang dihentikan dalam tempo relatif singkat itu tak wajar. "Saya pikir ini sesuatu yang di luar kewajaran di KPK selama ini," kata Samad saat dihubungi, Kamis, 20 Februari 2020.
Samad berkata penghentian penyelidikan kasus harus dikaji secara matang bersama penyelidik dan penyidik. Pengkajian itu, kata dia, harus dilakukan agar mendapat gambaran yang obyektif untuk semua kasus.
"Tidak boleh pimpinan seenaknya menghentikan kasus di tingkat penyelidikan yang sedang di tangani oleh teman penyelidik," kata dia.
Sebelumya, pimpinan KPK diketahui telah menghentikan penyelidikan untuk 36 kasus. Penghentian itu dilakukan pada rentang 20 Desember 2019 hingga 20 Februari 2020. Belum diketahui kasus apa saja yang dihentikan penyeledikannya.
Dihentikannya 36 kasus ini diketahui dari dokumen paparan Arah dan Kebijakan Umum KPK Tahun 2020. Sumber internal KPK menyatakan adanya dokumen itu. Dokumen itu menyebutkan bahwa ada 325 penyelidikan aktif yang dilakukan KPK hingga 20 Februari 2020. Sedangkan pimpinan sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan untuk 36 kasus.
Dokumen juga menyebut ada 21 Surat Perintah Penyidikan yang sudah diterbitkan selama Firli cs menjabat. Dua kasus di antaranya telah diserahkan melalui unit Koordinasi dan Supervisi KPK.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar meminta Tempo untuk mengkonfirmasi penghentian penyelidikan ini ke Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri. “Coba konfirmasi ke Jubir, deh,” kata Lili kepada Tempo, 20 Februari 2020. Namun Ali tidak menjawab.
Ali pernah mengatakan KPK memang berencana untuk menghentikan tunggakan-tunggakan kasus yang masih dalam proses penyelidikan. Menurut dia ada cukup banyak tunggakan perkara yang saat ini belum diselesaikan.
Penghentian penyelidikan, kata Ali, dilakukan jika tidak ditemukan bukti permulaan yang kuat. Hal ini juga karena awal KPK yang jumlahnya sedikit harus menangani kasus yang cukup banyak. "Nanti kami sampaikan perkara yang mana setelah dipelajari, dikaji dan dianalisa lebih lanjut,” beber Ali di kantornya, Jakarta, 27 Januari silam.