TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang menggugat Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Mahkamah Konstitusi menghadirkan Presiden Joko Widodo dalam persidangan. Koalisi menilai Jokowi mesti dimintai keterangannya terkait perkara uji formil revisi UU KPK.
Perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan terdapat banyak persoalan terkait proses pembahasan revisi UU KPK yang hanya bisa dijawab langsung oleh Presiden. "Saya rasa tidak bisa dijawab perwakilan dan harus dijawab Presiden langsung," kata dia saat dihubungi, Kamis, 20 Februari 2020.
Kurnia mengatakan salah satu keterangan yang perlu disampaikan presiden ialah alasan dirinya tidak menandatangani UU KPK hasil revisi. Seperti diketahui, Jokowi tak menandatangani UU tersebut meski sudah disahkan pada rapat paripurna DPR 17 September 2019. Walaupun tanpa tanda tangan itu, UU KPK tetap resmi berlaku 30 hari kemudian pada 17 Oktober 2019.
Menurut Kurnia, hanya Presiden yang bisa menjelaskan alasannya tidak menandatangani UU tersebut. Penjelasan terkait hal tersebut, kata dia, tak bisa diwakili oleh Menteri. "Apa karena tidak setuju isinya, atau apa," ujarnya.
Kurnia mengatakan usulan untuk menghadirkan Presiden Jokowi ke sidang MK telah disampaikan dalam sidang gugatan pada Rabu, 19 Februari 2020. Ia mengatakan keputusan mengundang Jokowi akan ditentukan dalam rapat permusyawarahan hakim (RPH).
Koalisi yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat sebelumnya menggugat formil UU KPK ke MK. Tiga mantan pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Laode M. Syarif dan Saut Situmorang turut menjadi penggugat. Dalam gugatannya, mereka menilai proses pembahasan revisi ini cacat secara prosedur, karena tidak melibatkan masyarakat serta rapat pengesahan UU ini di DPR tidak kuorum.