TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mempertanyakan tujuan diusulkannya Rancangan Undang-undang atau RUU Ketahanan Keluarga. Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, persoalan membentuk keluarga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
"Kalau mau bicara soal keluarga, kita lihat akarnya, akar aturannya dari mana. Dari pernikahan dan itu ada UU-nya," kata Mariana kepada Tempo, Rabu malam, 20 Februari 2020.
Mariana mengaku tak paham dengan gagasan RUU Ketahanan Keluarga. Dia paham bahwa setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat boleh mengajukan usulan RUU apa saja. Namun ia menyayangkan usulan itu disampaikan tanpa memperhatikan aturan yang sudah ada. "Kalau buat yang baru itu gagasannya maunya ke mana kami juga tidak paham, tidak lihat ada konteksnya."
RUU Ketahanan Keluarga diusulkan oleh lima anggota parlemen, yakni Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Partai Keadilan Sejahtera, Sodik Mudjahid dari Gerindra, Endang Maria Astuti dari Golkar, dan Ali Taher dari Partai Amanat Nasional.
Beberapa hal yang ingin diatur di antaranya kewajiban suami istri untuk saling mencintai, kewajiban suami istri, dan kewajiban anak untuk menghormati orang tua. Menurut Mariana, urusan kewajiban suami istri dan anak itu sebenarnya sudah berlaku sejak dulu melalui nilai-nilai yang ditransfer lewat agama, pendidikan, dan masyarakat.
Baca Juga:
"Kalau kita nikah, sudah ada penghulu yang menjelaskan, sudah ada buku nikah yang kita pegang.” Anak-anak dididik di sekolah bagaimana menghormati orang tua dan orang lain. “Itu kan pendidikan budi pekerti."
Ia juga mempertanyakan draf RUU Ketahanan Keluarga yang ingin merehabilitasi LGBT, sadisme, dan masokisme lantaran dianggap sebagai penyimpangan seksual. Poin ini menuai banyak kritik lantaran dianggap terlalu mencampuri privasi warga negara.
"Apalagi itu, hubungannya dengan sama perkawinan, dengan keluarga.” Ia menyarankan agar penyusun draf menggali definisi keluarga agar publik tahu persoalan yang harus diatur. “Kalau soal itu menurut kami tidak ada hubungannya."
Meski begitu, Mariana mengatakan Komnas Perempuan tidak dalam posisi menentang atau menyetujui RUU Ketahanan Keluarga itu. Ia menyebut masih banyak persoalan yang memerlukan advokasi Komnas, mulai dari kekerasan seksual, pelecehan, hingga pemerkosaan, yang belum cukup mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat.