TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman meyakini lembaganya masih dipercaya publik setelah eks Komisioner Wahyu Setiawan terlibat dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI fraksi PDIP, Harun Masiku.
"Tentu apa yang terjadi di KPU, kami enggak memungkiri itu mempengaruhi kepercayaan publik terhadap KPU. Tapi saya meyakini masih jauh lebih banyak yang percaya kepada KPU," kata Arief di kantornya pada Selasa, 18 Februari 2020.
Arief mengatakan, berdasarkan penelusurannya di sejumlah media, survei kepercayaan kepada KPU angkanya masih cukup tinggi. "Kalau dulu kepercayaan di atas 80 persen. Yang terakhir menurun, tapi masih di atas 70 persen," ujarnya.
Guna menjaga kepercayaan publik, Arief menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi pada Wahyu Setiawan tidak berkaitan dengan kebijakan yang sudah dibuat KPU. Menurutnya, selama ini kebijakan KPU sudah dibuat berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Tidak terpengaruh adanya tekanan, intervensi bahkan gratifikasi. Itu tidak beri pengaruh terhadap keputusan dan kebijakan yang dibuat KPU. Kami buat kebijakan yang bulat, jadi enggak ada sedikit pun penggaruhnya terhadap kebijakan."
Untuk itu, Arief turut mengingatkan KPU di provinsi maupun kabupaten kota, bahwa KPU adalah lembaga nasional yang tetap dan mandiri. Dua prinsip itu disebutnya mesti dijaga.
Berprinsip tetap, lembaga ini disebut Arief akan terus ada sepanjang konstitusi tidak mengubahnya. Maka, lembaga ini dibangun dengan sistem yang terukur, tertata, rapi dan teruji.
Terkait prinsip kemandirian, Arief menyebut hal itu ditunjukkan ketika KPU membuat kebijakan dan mengambil keputusan secara mandiri. Tidak berdasarkan pesanan, tekanan, suap dan iming-iming pihak lain, melainkan mengambil kebijakan secara mandiri melalui rapst pleno.
Untuk itu Arief ingin KPU provinsi dan kebupaten kota bisa bekerja secara transparan. Dia ingin publik bisa mengakses, melihat dan mengetahui kebijakan KPU. "Jangan bekerja tertutup."