TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja) memuat ketentuan bahwa presiden bisa membatalkan peraturan daerah melalui peraturan presiden. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 166 draf aturan omnibus law itu. Pasal 166 itu di antaranya mengubah Pasal 251 yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 251 ayat (1) tertulis, perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau peraturan kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dibatalkan.
"Perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan peraturan presiden," demikian tertulis dalam ayat (2).
Pakar hukum tata negara dari Universitas Tarumanegara Refly Harun mengatakan pasal ini bertentangan dengan konstitusi. Dia mengatakan bahwa sebelumnya sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi pada 2017 yang menyebut bahwa perda hanya bisa dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung.
"Pasal itu rentan dibatalkan oleh MK," kata Refly kepada Tempo, Ahad, 16 Februari 2020.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan pasal itu berimplikasi pelimpahan kewenangan dari daerah ke pusat. "Ini resentralisasi kewenangan ke pusat," kata Jaweng dikutip dari Koran Tempo, Senin, 17 Februari 2020.
Dia juga menuding beberapa pasal di draf omnibus law bertentangan dengan semangat reformasi. Prinsip otonomi daerah selepas Orde Baru seharusnya memberikan kewenangan kepada kepala daerah untuk mengatur wilayahnya.
Namun kata dia, RUU Cipta Kerja menempatkan kepala daerah seolah-olah bawahan presiden. "Padahal mereka dipilih oleh rakyat," kata Jaweng.
Menurut Jaweng, pemerintah seharusnya cukup mempermudah proses pengajuan gugatan pembatalan peraturan daerah melalui Mahkamah Agung, mengingat saat ini ada 347 peraturan daerah bermasalah.
"Kembali saja ke MA. Kita harus patuh pada hukum. Tidak boleh rancangan UU sapu jagat ini asal sapu," ujar Jaweng.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | KORAN TEMPO