Bagaimana Anda melihat kenyataannya di masyarakat?
Nah, ternyata ketika diwujudkan, ada orang-orang yang belum paham atau sengaja melawan. Orang-orang yang menyempitkan agama, politisasi agama lah menjadi hari ini menyebutnya radikal segala macam. Tapi saya nyebutnya ekstrem. Nah, jadi agama direduksi hanya pada poin kecil yang mereka mau menutup yang lain. Nah, kelompok ini pada kenyataannya di masyarakat minoritas, tapi mereka mengklaim mayoritas. Terbukti di lapangan, mereka ini minoritas.
Kalau mereka terus begini, ini yang saya maksud. Agama, maksudnya perilaku ini, orang-orang ini bisa menjadi musuh terbesar. Jadi bukan agamanya, tapi perilaku mereka. Bukan agamanya. Maka ini perlu dikelola lagi.
Saya mengimbau pada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara. Sama semua agama. Jadi kalau bahasa hari ini, konstitusi di atas kitab suci. Itu fakta sosial politiknya. Tidak berarti merendahkan agama, jangan salah.
Jadi harus disesuaikan konteksnya ya?
Persis. Nah kalau bahasa lain lagi, Pancasila itu tekstualis tapi kontekstualis sekaligus. Jangan dipotong. Misal, contoh persatuan Indonesia jelas ya. Kalau kamu cari pakai kitab suci, ketemunya apa? Enggak ketemu kan? Wong ini Indonesia. Agama Kristen dari sana, agamanya Islam dari sana juga, Hindu dari India. Banyak toh. Jadi, di sini ada lokalitas. Nah, jadi sekarang kita yang penting, misal kita lomba sepakbola tadi mengambil keputusan ini sebagai wahana menuju ke persatuan. Itu namanya tekstualis tapi kontekstualis sekaligus.
Orang mengatakan kita bukan negara agama, tapi kita punya Kementerian Agama. Punya sekolah agama. Sumpah jabatan pakai kitab suci, pakai nama Tuhannya masing-masing. Loh masak kayak gitu dibilang nggak relijius. Enggak benar juga toh.