Dalam konteks bernegara, bagaimana penjelasannya?
Nah di situ saya kemudian menarik, ini ke konsensus tertinggi. Sampai sini dulu. Ini kita sampai pada agreement disagreement. Kita punya sikap masing-masing, baru saya tarik ke konsensus tingkat tinggi. Tertinggi namanya Pancasila. Jadi Pancasila ini konsensus tertinggi bangsa ini. Siapapun melawan konsensus ini, kalau langsung saja pasti kalah. Di situ lah kita perlu melihat kembali dari perspektif agama, konsensus ini.
Hubungan Pancasila dengan agama dalam pandangan Anda seperti apa?
Pancasila itu dulu dikatakan bukan negara agama, bukan negara sekuler. Itu menurut saya menikam Pancasila dari kiri dan kanan. Maka sering diplesetkan negara yang bukan-bukan.
Nah, saya memunculkan frasa baru atau ungkapan baru. Kalau mau menghindari DI/TII waktu itu, terus PKI kiri, DI/TII kanan. Kalau sekarang agama dan itu tadi ya misalnya. Ini bukan negara agama dalam arti bukan negara satu agama, tapi negara kita kan agamis ya. Di situ kita bisa menggunakan istilah relijius dan sekuler sekaligus. Tapi bukan relijiusisme, bukan sekulerisme.
Ada pijakannya dari sumber-sumber agama?
Dilihat dari sumber dan tujuannya, ternyata Pancasila itu dapat ditemukan di keenam kitab suci yang secara konstitusional diakui oleh negara Republik Indonesia. Nah itu relijius. Tapi bukan relijiusisme. Kalau relijiusisme nanti kalau nggak ibadah yang langsung itu nggak boleh, mau main bola nggak boleh. Karena relijiusisme.
Bagaimana mewujudkan relijiusitas ini?
Misal persatuan Indonesia. Dibutuhkan “sekuleritas”, bukan sekulerisme. Kalau sekulerisme nanti enggak boleh salat, enggak boleh ngaji.
Sekarang kita lihat contoh tadi itu. Ini saya ambil contoh sederhana persatuan Indonesia. Nah, bagaimana mewujudkan persatuan Indonesia itu urusan kita. Itu yang maksudnya sekuleritas tadi, masuknya unsur kemanusiaan itu bangsa Indonesia ini. Dengan kata lain, Pancasila itu theo tapi antropo sekaligus. Bahasa fiqihnya, ilahi tapi tetap wadhi sekaligus. Karena untuk mewujudkannya pasti melibatkan lokalitas, kemanusiaan.
Sekarang kita tes. Misal ada kasus, bagaimana cara bersatu? Itu miliaran bisa kita tempuh. Maka kata nabi, kamu lebih tau tentang urusan kamu. Nah ini, kita disuruh, perintah bermusyawarah. Perintahkan dengan kebaikan atau sesuatu yang dikenal baik oleh lingkungan.
Contoh konkretnya bagaimana?
Nah, sekarang kita ambil contoh, sepakbola untuk menuju kebersatuan. Misalnya, kita butuh panitia kan. Panitianya siapa, jumlahnya berapa, pemainnya nanti berapa tim, anggaran dari mana, sebagai apa, hadiahnya apa, tempatnya, kapan. Ini yang disebut dengan unsur-unsur sekuleritas. Wadhi bahasa Arabnya, pasangannya ilahi.
Kalau saya tarik ke Quran, contohnya, misal perintah untuk menunaikan ibadah haji. Itu ilahi. Sumber dan tujuan ada dijelaskan di Quran, tapi bagaimana haji dari Jakarta misalnya, itu wadhi melibatkan unsur kemanusiaan, memilih kendaraan, anggarannya berapa, berangkat jam berapa, ini yang dimaksud.
Jadi sekularitas itu maknanya sebagai alat atau cara ya?
Nah kita temukan cara, ini yang saya maksud sekuler, tapi bukan sekulerisme. Ini terlihat, kan, dari kalimat saya bahwa sebetulnya agama itu justru penopang utama Pancasila. Pancasila harus juga ke agama. Itu yang saya sebut persatuan Indonesia itu.
Jadi jangan pertentangan agama dengan Pancasila. Itu maksud awal, fakta sosial. Ini kan, katakan idealitasnya ya, tapi kan realitasnya kadang-kadang beda dan selalu di mana-mana. Maka turunlah pasangan kedua dari anu ini, Pancasila itu idealis tapi realis sekaligus, teoritis tapi praktik sekaligus. Karena ada unsur kemanusiaan ini tadi.