TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi telah memutuskan 600-an anggota ISIS eks WNI tak akan dijemput pulang, namun Komnas HAM berpendapat lain.
Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mengatakan mereka harus menjalani proses hukum akan perbuatan mereka bergabung dengan ISIS.
Itu sebabnya, Amir mengatakan persoalan pulang atau tidaknya ISIS eks WNI yang ramai dibahas publik, termasuk memancing Presiden Jokowi memberikan pernyataannya, terlalu dini untuk diputuskan.
"Karena belum ada kepastian proses hukum bagi mereka, nah di situ kita bicara hak asasi manusia," kata Amir kepada Tempo ketika ditemui di Margonda, Depok, pada Kamis lalu, 13 Februari 2020.
Menurut dia, langkah hukum harus dilakukan oleh pemerintah karena ISIS merupakan jaringan teror yang secara internasional sudah diakui sebagai kejahatan.
Di sisi lain sejauh ini diskusi yang berkembang menimbulkan kesan bahwa eks ISIS akan dibawa pulang tanpa persiapan dan bisa dibebaskan begitu sampai ke Tanah Air.
"Yang terbangun di Indonesia hari ini apa? Seakan-akan mereka mau dibawa pulang seperti orang habis jalan-jalan di luar negeri terus pulang."
Indonesia sebagai negara anggota Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa, Amir berpendapat, harus menentukan apakah mereka akan diadili dengan hukum nasional atau internasional.
Amir berpendapat bahwa hukum Indonesia bisa digunakan bagi 600-an orang ISIS asal Indonesia itu tapi terbatas dalam lingkup geografis.
Eks ISIS asal Indonesia perlu dibawa pulang terlebih dulu untuk kemudian diadili di dalam negeri.
Meski bukan lagi WNI, mereka berhak untuk mengajukkan diri untuk meminta status kewarganegaraan.
Pilihan kedua, menggunakan hukum internasional.
Dia mengungkapkan bahwa Indonesia bisa mendorong ke forum internasional untuk membuat tribunal (pengadilan) internasional terhadap seluruh eks anggota ISIS.
Amir menyarankan Pemerintah Indonesia proaktif mendorong mekanisme ini. "Siapkan konsep itu, dorong di forum internasional sehingga Indonesia muncul sebagai champion dalam rangka mengatasi kejahatan teroris."