TEMPO.CO, Jakarta - WNI bekas pendukung ISIS, Aleeyah Mujahid, bukan nama sebenarnya, setuju bila pemerintah memprioritaskan pemulang anak-anak yatim piatu asal Indonesia di Suriah. “Aku setuju kalau anak yatim piatu dipulangkan duluan. Jadi prioritas,” kata Aleeyah kepada Tempo, Selasa, 11 Februari 2020.
Wanita 25 tahun asal Jakarta itu menceritakan bahwa sekitar Juni atau Juli 2019, pemerintah Australia juga memulangkan anak yatimnya dari pengungsian. Anak itu keluarga Sharrouf, militan kelompok ISIS asal Australia. Aleeyah mengatakan, salah satu yang dipulangkan juga ada perempuan berusia 18 tahun, ibu dari tiga anak. “Karena dulu pas ke Suriah masih di bawah umur, dibawa orang tua. Dipertimbangkan untuk tetap dipulangkan.”
Aleeyah berharap pemerintah Indonesia juga mempertimbangkan hal serupa. Yang dipulangkan, kata Aleeyah, sebaiknya tak hanya anak-anak berusia di bawah 10 tahun. Tapi juga yang ke Suriah saat masih anak-anak. “Kalau anak-anak yang sekarang sudah bukan anak-anak, tapi dulunya pas dibawa masih anak-anak gimana?”
Pemerintah memutuskan tak akan memulangkan orang Indonesia pendukung ISIS ke Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan keputusan diambil berdasarkan pertimbangan keamanan bagi 267 juta penduduk Indonesia. “Pemerintah tak ada rencana memulangkan teroris, bahkan tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) ke Indonesia,” kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan terdapat 689 orang Indonesia pendukung ISIS tersebar di sejumlah negara, seperti Turki dan Suriah. Namun, pemerintah akan mendata jumlah valid berikut identitas mereka secara lengkap. Pemulangan anak-anak di bawah usia 10 tahun juga akan dipertimbangkan. “Tapi case by case. Ya, lihat saja apakah ada orang tuanya atau tidak, (berstatus) yatim piatu.”
Rencana pemerintah pemulangan orang Indonesia pendukung ISIS mendapatkan kritik dari banyak kalangan. Rencana itu pertama kali disampaikan kepada publik oleh Menteri Agama Fachrul Razi.