TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara HAM Veronica Koman mengatakan anak-anak menjadi korban tewas paling banyak di Papua. "Anak-anak jelas yang paling lemah bertahan hidup dalam kondisi pengungsian yang diterlantarkan karena sakit, kelaparan, kadang kehujanan," kata Veronica kepada Tempo pada Selasa, 11 Februari 2020.
Veronica dan sejumlah aktivis di Australia sebelumnya menyatakan telah memberikan data nama korban tewas dan tahanan politik di Papua kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Senin, 10 Februari 2020. Data itu menunjukkan, sejak 4 Desember 2018 sampai 2 Februari 2020, sedikitnya 243 orang tewas akibat operasi militer di Nduga, Papua. Seratus sepuluh di antaranya adalah anak-anak. "Yang terakhir meninggal itu 2 Feb 2020, Putri Kamarigi baru berusia seminggu. Sakit dalam pengungsian."
Veronica menjelaskan, mayoritas anak-anak itu meninggal di pengungsian. Di pengungsian, mereka tudak mendapatkan makan, minum dan tempat tinggal yang layak. Akses kesehatan dan pendidikan pun tak ada.
Veronica mengatakan, sebenarnya masyarakat Wamena pernah berinisiatif mendirikan sekolah darurat. Namun, sejak Juli 2019, sekolah itu tidak lagi berfungsi karena diintimidasi aparat keamanan secara terus menerus. "Jadi ratusan anak-anak Nduga yang mengungsi di Wamena tidak bersekolah."
Hingga kini, kata Veronica, masyarakat Papua masih mengungsi karena aparat masih beroperasi di Nduga. Hal ini membuat mereka enggan kembali ke rumah masing-masing. Untuk itu dia menegaskan tuntutannya agar Presiden Jokowi menghentikan operasi militer dan menarik pasukan dari Papua.
"Mereka ini mengungsinya ditelantarkan negara loh, ya.” Dalam dunia yang normal, UNHCR dan IOM akan membantu. “Tapi Papua ini kan ditutup. Ditutup dari dunia dan organisasi luar," ujarnya.
Selain karena terlantar di pengungsian, Veronica juga menyebutkan ada sejumlah anak yang tewas tertembak aparat dan dibakar dalam Honai. "Menurut data yang dikumpulkan aktivis akar rumput, seperti itu."