TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan penanganan terhadap WNI eks ISIS di timur tengah mesti dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Untuk itu, Pemerintah mesti mengecek profil masing-masing WNI.
"Opsinya berbeda dari satu kasus, dengan kasus yang lain, makanya profiling, enggak sama mereka. Enam puluh persen itu anak-anak di bawah 12 tahun, apakah sama dengan seorang kombatan yang sangat ideologis dan anti Indonesia, kan beda," kata Taufan dalam diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta pada Ahad, 9 Februari 2020.
Dia menjelaskan, setelah melakukan profiling, baru pemerintah bisa menanganinya secara berbeda-beda. Penanganan itu, kata Taufan, yakni upaya kerjasama dengan pihak ketiga untuk diadili secara internasional. Misalnya, diadili di Irak ,Turki, atau SDF. "Tapi Indonesia harus membangun kesepakatan bilateral supaya dia tidak pulang ke Indonesia, tapi diadili di sana," ujarnya.
Selain diadili secara internasional, pemerintah juga bisa mengadilinya di Indonesia, menggunakan pasal 26 B UU Terorisme yang dapat dihukum antara 7-12 tahun jika terlibat dalam gerakan terorisme. "Nah kalau dia dihukum, sementara ancaman dari dia itu sangat berbahaya kan itu juga jadi masalah," ujarnya.
Taufan menegaskan, pemulangan WNI eks ISIS itu tak bisa hitam putih karena masing-masing kasusnya berbeda. Untuk itu dia berpesan agar pemerintah harus cermat dan tak boleh berlama-lama memutuskan nasib mereka. "Kan jadi polemik politik, ini bukan isu politik ini isu hukum. Ini bukan soal kemanusiaan, ini isu hukum, bagaimana kita menyelesaikan masalah hukum terkait ada 600an Indonesia dan itu terlibat dalam ISIS. Ambil kebijakan yang sejalan dengan hukum internasional dan hukum nasional kita, memang nanti tidak ada yang sempurna keputusannnya, tapi harus diambil."