TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute mengatakan pemulangan anak-anak WNI eks ISIS dari Kamp Rojava adalah langkah yang cukup mendesak dilakukan pemerintah.
“Dalam pandangan Setara Institute, tindakan yang cukup mendesak untuk diambil adalah pemulangan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di bawah usia 9 tahun,” ujar Direktur Riset Setara Institute Halili melalui keterangan tertulis, Jumat, 7 Februari 2020.
Semakin lama anak-anak itu tinggal di kamp, akan membawa dampak buruk bagi mereka. Atmosfer yang tidak baik akan berdampak berdampak pada fisik maupun psikis anak.
“Semakin lama mereka disana, justru akan semakin terpapar oleh paham ekstrem ISIS dan dampak buruk situasi ekstrem disana,” kata Halili.
Sejalan dengan pemulangan anak-anak tersebut, Setara menilai dibutuhkan identifikasi keluarga besar mereka serta perancangan peran mereka dan para ahli rehabilitasi medis dan psikologis.
Sementara itu di dalam negeri, menurut Halili perlu ada upaya pemerintah untuk mengintensifkan perhatian pada pencegahan dan penanganan ekstremisme keagamaan. Agar tak terjadi lagi kerumitan serupa serupandi masa-masa mendatang.
“Setara Institute juga akan selalu mengingatkan pemerintah bahwa intoleransi adalah anak tangga pertama menuju radikalisme dan ekstremisme-terorisme,” kata dia.
Halili menyebut pemerintah Indonesia pada akhirnya mau tidak mau memang harus mengambil tanggung jawab terhadap WNI eks anggota dan simpatisan ISIS. Karena secara global isu kemanusiaan akan mencuat.
“Alasan bahwa sebagian mereka telah membuang paspor dan menyatakan bukan warga Indonesia serta pernah bertempur menjadi tentara asing pada saatnya tidak akan relevan.”
Hingga kini pemerintah belum memutuskan apakah akan memulangkan WNI eks ISIS atau tidak. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah masih menghitung manfaat dan mudarat dari pemulangan itu.