Di saat sejumlah orang melihat kekejaman ISIS di layar televisi, Aleeyah merasa seperti terlempar ke dunia lain. Ia merasa disuguhi video indah dan tenteramnya kehidupan di bawah naungan khilafah ‘ala minhaj annubuwwah.
Untuk menjemput jawaban dari pertanyaan di benaknya, Aleeyah mulai menyiapkan keberangkatan pertamanya ke luar negeri sendirian. Mulai dari membuat paspor, mencari tiket pesawat, memesan hotel, hingga mendapatkan visa Turki.
Orang tuanya tahu bahwa ia akan pergi ke Turki. Namun tidak tahu bahwa anaknya tak berencana kembali ke Indonesia. Lulusan Universitas Muhammadiyah itu dibekali uang ratusan dolar dari orang tuanya. “Tapi gue sebenarnya ngantongin lebih,” kata dia.
Pada 8 Desember 2015 dinihari, Aleeyah meninggalkan Jakarta menuju Istanbul, Turki. Ia kemudian mencari kontak pemuda yang bisa membantunya menyeberang ke Suriah bagian wilayah ISIS. Kontak pemuda tersebut menjamur di Twitter.
Ia teringat suasana perbatasan Turki dan Suriah yang gelap, tanpa penerangan sama sekali. “Gue sampai keder ini langkah gue lurus apa belak belok. Entah. Dingin, berduri,” ujarnya.
Penyeberangan yang dilakukan Aleeyah juga dihujani tembakan polisi perbatasan berkali-kali. Ia pun pasrah jika harus tewas di tempat itu. Setelah menemui banyak kendala, akhirnya Aleeyah baru benar-benar masuk ke wilayah kekuasaan ISIS pada Juli 2016.
Melalui Raqqah, bekas Ibu Kota ISIS, Aleeyah bersama sang suami asal Jazirah menetap di Albu Kamal, wilayah Suriah yang berbatasan dengan Irak. Ia juga melahirkan anak pertamanya di sana pada Februari 2017.