TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri mengatakan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono kembali mangkir dari pemanggilan KPK terkait kasus gratifikasi di Mahkamah Agung tahun 2011-2016
"Hari ini kami panggil dua tersangka terkait suap dan gratifikasi atas nama NHD (Nurhadi), RKE (Rezky) dan HS. Dua tersangka yang saya sebutkan tadi tidak hadir dan tanpa konfirmasi. Ini sudah panggilan yang kedua sebagai tersangka," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Senin, 27 Januari 2020.
Selain Nurhadi dan menantunya, KPK akan memeriksa Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto (HS). Ali mengatakan HS telah memberikan konfirmasi ketidakhadirannya kepada KPK dan meminta penjadwalan ulang.
Sesuai mekanisme hukum, kata Ali, tersangka yang tidak memberikan konfirmasi kehadiran maka akan dilakukan upaya lain berdasarkan hukum acara yang berlaku.
Ali hanya menyebut, sesuai dengan KUHAP, maka KPK diperintahkan untuk membawa tersangka dengan pemanggilan paksa. Terkait waktu dan bentuk kegiatannya, Ali enggan membukanya.
"Adapun tindakan penyidik terhadap 2 tersangka tentunya ini bagian dari strategi, tidak kami sampaikan di kesempatan ini. Namun kami lihat nanti apa yang dilakukan penyidik KPK," ujar Ali.
Ali mengatakan surat panggilan telah dikirimkan pada 24 Januari 2020 ke kediaman mereka. Ia mengimbau agar ketiganya hadir dan memberikan keterangan sebenar-benarnya.
Menurut Ali, pemanggilan secara paksa itu terbuka sebab Nurhadi dan menantunya sudah mangkir dari panggilan sejak pemeriksaan pertama. KPK pernah menjadwalkan pemeriksaan pada 8 Januari 2020, namun Nurhadi tak memenuhinya.
Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. KPK menduga dia dan menantunya menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp 46 miliar dari Hiendra. Kasus ini hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 dengan nilai awal Rp 50 juta yang diserahkan oleh pengusaha Doddy Ariyanto Supeno kepada mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.