TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menjelaskan alasan KPK mengajukan banding atas putusan perkara suap terdakwa mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan M. Romahurmuziy alias Romy. Menurut dia, vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan hakim itu belum memenuhi dua pertiga dari tuntutan jaksa sebesar empat tahun penjara.
"Penuntut umum mengacu kepada standar Kejaksaan. Kalau putusan kurang dua pertiga kan banding," kata Alexander di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, lembaganya mengacu pula kepada putusan-putusan lain yang menyangkut perkara suap terhadap pimpinan partai politik. Menurut dia, putusan-putusan lain itu lebih berat ketimbang putusan hakim dalam perkara Rommy. "Ada banyak perkara yang seperti pimpinan partai yang dihukum kasus suap semuanya di atas daripada itu (vonisnya)," ujar Nawawi secara terpisah di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020.
KPK juga mempertanyakan putusan hakim yang tidak mengakomodir tuntutan pencabutan hak politik Rommy selama lima tahun. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak mencabut hak politik Romahurmuziy. Padahal sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bekas terpidana korupsi harus jeda lima tahun setelah bebas, sebelum bisa mengikuti kontestasi politik selanjutnya.
"Kami hanya menggunakan tolak ukur perkara yang sejenis sehingga tidak terjadi semacam disparitas putusan yang terlalu jomplang," kata Nawawi. Bekas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu dihukum karena dinyatakan terbukti bersalah menerima suap jual beli jabatan di Kementerian Agama.