TEMPO.CO, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak penegak hukum menelisik soal dugaan pencucian uang yang dilakukan pejabat negara di kasino luar negeri. Penyelidikan lebih lanjut penting untuk menelusuri dugaan awal adanya tindak pencucian uang tersebut.
"Ada kewajiban penegak hukum untuk melakukan penelusuran lebih lanjut dalam kerangka hukum yang sifatnya pro justicia, sehingga diketahui apakah uang tersebut berasal dari tindak pidana kejahatan," kata peneliti ICW Donal Fariz saat dihubungi, Ahad, 26 Januari 2020.
Donal mengatakan kewajiban penegak hukum untuk menindaklanjuti laporan awal tersebut ada di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Tentu penegak hukum wajib melakukan penyelidikan hingga penyidikan, dia harus menelusuri melalui mekanisme pro justicia," kata dia.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ada beberapa kepala daerah yang diduga mencuci uang lewat kasino. Rupanya, dugaan pencucian uang oleh pejabat negara tak hanya terjadi di kalangan kepala daerah. PPATK juga menemukan seorang pejabat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2014-2019 yang disinyalir mencuci uang lewat kasino.
Dalam dokumen penegak hukum yang diperoleh Tempo disebutkan, senator itu diduga sering mengeluarkan uang untuk berjudi di kasino yang ada di Genting Highland, Malaysia. Aktivitas judi itu diduga dilakukan menggunakan uang hasil tindak kejahatan.
Dokumen itu membeberkan data transaksi yang diduga ia lakukan sejak 2011 hingga Agustus 2018. Catatan transaksi perjudian mencakup 23 laporan transaksi keuangan mencurigakan dan 47 laporan transaksi uang tunai.
Selama 2011 misalnya, ia tercatat melakukan transaksi yang diduga perjudian berjumlah RM 50,7 juta. Sementara transaksi uang tunai yang dilakukan mencapai RM 43,9 juta.
Pada 2014, ia tercatat tak mengeluarkan duit untuk judi. Namun, dia tetap melakukan transaksi uang tunai RM 130 ribu. Sementara pada 2018, tercatat transaksi judi berjumlah RM 17,9 juta dan transaksi tunai berjumlah RM 7,2 juta.
Total uang yang berputar baik untuk judi maupun transaksi uang tunai berjumlah RM 208,9 juta. Dengan kurs saat ini, uang itu setara dengan Rp 702,5 miliar.
Ketua PPATK Badaruddin tidak membantah atau membenarkan soal dokumen ini. "Saya belum bisa menjawab itu," kata dia. Ia hanya menyebut bahwa pencucian uang melalui kasino adalah modus baru.
Sementara itu, Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan juga belum bisa berkomentar soal dokumen ini. "Kami tidak bisa membuka informasi seperti ini, nanti saja kalau sudah dalam proses hukum," kata Dian. Tetapi, tiga orang sumber Tempo di PPATK membenarkan dokumen tersebut.
Tempo sudah menghubungi tiga petinggi DPD periode 2014-2019 untuk mengkonfirmasi temuan ini. Mantan Ketua DPD Oesman Sapta Odang dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono tak merespon pesan permintaan wawancara dari Tempo.
Sementara, mantan Wakil Ketua DPD Akhmad Muqowam mengatakan tak ada petinggi DPD yang bermain judi di kasino. "Setahu saya tidak pernah ada petinggi DPD yang main kasino," kata dia lewat pesan singkat, Ahad, 15 Desember 2019.
Akhmad mengatakan tak ada aturan yang secara eksplisit melarang senator bertaruh nasib di meja judi. Namun, menurut dia, sudah jadi pengetahuan umum bahwa pejabat dilarang melakukan tindakan tercela.
Seorang penegak hukum menjelaskan bagaimana modus pencucian ini bekerja. Menurut dia, para pelaku sebenarnya hanya melakukan perjudian palsu.
Pelaku membawa uang hasil kejahatan ke sebuah kasino di luar negeri. Kemudian, ia menukarkan uang tunai itu dengan koin yang menjadi mata uang kasino tersebut. Setelah itu, ia kembali menukarkan koin itu menjadi uang tunai.
Seolah sudah menang besar, si pelaku mendapatkan lembar bukti dari kasino. Lembar bukti itu menyatakan bahwa uang yang dipegang oleh pelaku itu benar dari hasil judi. Lembar bukti itu yang kemudian ditunjukkan ke pihak Bea Cukai di Indonesia. Alhasil, si pelaku bisa menenteng uangnya masuk ke tanah air.
LINDA TRIANITA