TEMPO.CO, Jakarta - Seorang petani bernama Syafrudin asal Rumbai, Pekanbaru, Riau dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar subsider 6 bulan kurungan atas dakwaan membakar lahan. Pria berusia 69 tahun ini dituding membakar lahan yang ia kelola dengan luas hanya 20X20 meter.
Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru yang mendampingi Syafrudin di pengadilan mengkritik langkah Polresta Pekanbaru dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru yang memproses kasus ini. Menurut Direktur LBH Pekanbaru Aditya Bagus Santoso, dakwaan jaksa lemah dan tak memiliki nilai pembuktian.
"JPU tidak pernah menunjukkan di persidangan hasil laboratorium dan tidak diperkuat oleh keterangan ahli," kata Adit saat dihubungi, Sabtu, 25 Januari 2020.
Di lain sisi, Adit juga menyoroti ketimpangan penegakan hukum kepada korporasi besar yang diduga membakar lahan besar-besaran. Pada kebakaran besar 2015, kata dia, Polda Riau menerbitakan Surat Penghentian Penyidikan kepada 15 korporasi yang diduga terlibat kebakaran hutan dan lahan.
"Penegak hukum harusnya lebih serius menangani kebakaran hutan dan lahan oleh korporasi dengan skala yang lebih luas," kata dia.
Sementara menurut Adit, Syafrudin hanyalah petani kecil yang mengelola lahan milik orang lain sejak 1993 untuk menghidupi seorang istri dan 6 anak, yang dua di antaranya penyandang disabilitas. Pada Sabtu, 16 Maret 2019, pukul 11.40, Syafrudin membersihkan lahan itu dengan membakar hasil panen jagung, kacang panjang, ubi dan pisang. Pria kelahiran Ombilin, Sumatera Barat, ini disebut sudah membuat sekat bakar agar api tak menyebar ke lahan lain.
Siang itu ketika api sudah hampir padam, Syafrudin meninggalkannya untuk salat zuhur. Sekembalinya ke sana, ternyata sudah ada dua anggota Polsek Rumbai. Sore hari, Syafrudin dibawa ke Polsek Rumbai yang kemudian melimpahkan kasus ini ke Polresta Pekanbaru. Cuma butuh waktu satu hari bagi polisi untuk mengeluarkan surat penahanan Syafrudin.
Kasus ini kemudian masuk ke Pengadilan sejak 24 Oktober 2019. Ia dituntut 4 tahun penjara dalam sidang 14 Januari 2020. Menurut jaksa, Syafrudin terbukti melanggar pasal 98 Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada 4 Februari nanti Syafrudin akan menghadapi sidang vonis.
Di laman change.org seorang bernama Noval Setiawan memulai petisi berjudul 'Bebaskan Syafrudin dari Tuntutan Hukum: Petani Bukan Penjahat Lingkungan'.
Petisi meminta hakim PN Pekanbaru memvonis bebas Syafrudin. Membandingkan kasus ini dan kasus kebakaran lahan oleh korporasi, si pembuat petisi menganggap kasus Syafrudin mencedarai rasa keadilan masyarakat. "Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas." Petisi itu telah mendapatkan dukungan dari lebih dari 500 orang.