TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Pelindo II (Persero), Richard Joost Lino atau yang disapa RJ Lino, tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan quay container crane (QCC) di PT Pelindo II, rampung menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis, 23 Januari 2020, pada pukul 21.40 WIB.
Setelah diperiksa selama hampir 12 jam, Lino keluar gedung Merah Putih. KPK tak menahannya meskipun Lino menyandang status tersangka sejak 2015.
"Saya terima kasih, karena setelah tunggu 4 tahun, akhirnya saya dipanggil ke sini. Saya harap proses ini bisa memperjelas status saya, karena saya terakhir ke sini Februari 2016," kata RJ Lino, Kamis, 23 Januari 2020.
Saat keluar gedung KPK, Lino mengatakan dirinya telah memberikan keuntungan yang besar bagi negara ketika ia menjabat sebagai Dirut Pelindo II. Ia pun enggan disebut telah merugikan negara atas dugaan korupsi di perseroannya.
"Saya cuma bilang satu hal. Saya waktu masih di Pelindo, aset Pelindo II itu RP6,5 triliun. Waktu saya berhenti, asetnya 45 triliun," ujarnya.
Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, hingga saat ini penyidik KPK berusaha menyelesaikan berkas perkara dalam waktu singkat agar bisa segera melimpahkan kasus RJ Lino ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus korupsi dalam pengadaan tiga QCC oleh PT Pelindo II sejak Desember 2015. KPK menduga RJ Lino menyalahgunakan wewenangnya sebagai direktur utama dengan menunjuk langsung PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery dari Cina sebagai penyedia tiga unit crane itu di Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.
Penyidik berpendapat pengadaan itu tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai sehingga menimbulkan inefisiensi. Sampai saat ini RJ Lino belum ditahan dan diadili. Dalam sejumlah kesempatan, RJ Lino membantah telah merugikan negara dalam pengadaan QCC di badan usaha milik negara (BUMN) tersebut.
EKO WAHYUDI | HALIDA BUNGA