TEMPO.CO, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino kembali diperiksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan quay container crane (QCC) di Pelindo II.
"RJL (RJ Lino) diperiksa sebagai tersangka," kata Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri hari ini, Kamis 23 Januari 2020.
RJ Lino tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 10.00 WIB. "Ini proses yang harus dihadapi. Ya saya akan hadapi itu. I know what i'm going," ucap RJ Lino kepada pers.
KPK tekah menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus korupsi dalam pengadaan 3 QCC oleh PT Pelindo II sejak Desember 2015. Tapi sampai saat ini RJ Lino belum ditahan dan diadili.
KPK menduga RJ Lino menyalahgunakan wewenangnya sebagai direktur utama dengan menunjuk langsung PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery dari Cina sebagai penyedia 3 unit crane tersebut di Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.
Penyidik berpendapat, pengadaan itu tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai sehingga menimbulkan inefisiensi.
Dalam sejumlah kesempatan, RJ Lino membantah telah merugikan negara dalam pengadaan QCC di BUMN tersebut.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M. Syarif mengatakan ketika menetapkan RJ Lino sebagai tersangka, pimpinan KPK periode 2011-2015 sudah mengantongi alat bukti yang cukup.
Meski begitu, pemeriksaan terganjal penghitungan kerugian negara akibat kasus itu.
“Tetapi ketika jaksa mau masuk ke pengadilan dia harus menghitung secara pasti berapa yang paling eksak kerugian negaranya, di situlah kami minta BPKP,” kata dia.
Menurut Syarif, BPKP belum juga memberikan perhitungan kerugian negara maka proses hukumnya tersendat. Lau pimpinan KPK periode 2015-2019 mengalihkan tugas penghitungan dari BPKP kepada BPK.
Muncul halangan lainnya. Syarif mengatakan penghitungan kerugian negara mandek lagi di BPK lantaran tidak ada dokumen pembanding dan pemerintah Cina tidak kooperatif memberikan dokumen tersebut.