TEMPO.CO, Jakarta - Calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA), Ansori menilai penyunatan atau pengurangan hukuman terhadap nara pidana koruptor adalah hal yang biasa-biasa saja. Menurut hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah ini, pengurangan hukuman atas terpidana kasus korupsi merupakan proses hukum alami.
Peringanan hukuman, ujar Ansori, bukan berarti tidak berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi atau sebaliknya. "Apakah keberhasilan pemberantasan korupsi itu bisa diukur dari pemenjaraan? Saya kira tidak. Pemberatan atau penyunatan itu sesuatu yang biasa-biasa saja, yang penting pertimbangan hukumnya harus patut," ujar Ansori saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Selasa, 21 Januari 2020.
Pada 2019, majelis hakim kasasi memutus perkara dua terhukum perkara korupsi. Mereka adalah mantan Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun dan advokat Lucas. Keduanya sama-sama mendapat potongan hukuman dari MA.
Hukuman Samsu Umar Abdul Samiun, penyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, dikurangi dari 3 tahun 9 bulan penjara menjadi penjara 3 tahun. Sedangkan hukuman Lucas dari 5 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara. Lucas terbukti menghalangi penyidikan KPK atas penyidikan mantan Presiden Komisaris Lippo Eddy Sindoro.
Putusan MA dikritik banyak pihak karena dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada koruptor. "Ini MA kok searah dengan kebijakan pemerintah dan DPR yang memperlemah pemberantasan korupsi," ujar Direktur YLBHI Asfinawati melalui pesan singkat, Selasa, 17 Desember 2019.