TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana mengkritik Presiden Joko Widodo yang meminta Badan Intelejen Nasional, Kapolri, dan Kejaksaan untuk mendekati organisasi-organisasi penolak omnibus law. Menurutnya, bila lembaga-lembaga tersebut yang ditugaskan mendekati, yang terjadi bukannya diskusi, melainkan intimidasi.
“Ya itu teman-teman yang menolak omnibus law, tolong diajak diskusi. Tapi yang disuruh siapa? BIN, polisi, jaksa. Ini diskusi atau intimidasi?” ujar Arif di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ahad 19 Januari 2020.
Arif berujar pendekatan oleh alat kekuasaan itu menegaskan bahwa rakyat tak boleh mengkritisi kebijakan pemerintah. Sehingga dibangun pemahaman bahwa penolakan terhadap omnibus law adalah pemikiran yang keliru.
Sebelumnya Jokowi meminta Kapolri, Kepala BIN, Jaksa Agung, dan juga seluruh kementerian/lembaga terkait agar menjaga pola komunikasi dengan organisasi-organisasi yang terkait dengan omnibus law. Ia meminta agar pendekatan tetap dilakukan kepada organisasi-organisasi tersebut.
"Sehingga berjalan paralel antara nanti pengajuan di DPR dan pendekatan-pendekatan dengan organisasi-organisasi yang ada," kata Jokowi.
Menurut Arif Maulana, pembentukan aturan seharusnya menyertakan stakeholder. Salah satunya adalah masyarakat yang nantinya akan terdampak. Namun sejauh ini, ia melihat yang terlibat hanya orang-orang tertentu sehingga cenderung diskriminatif.
Arif berpendapat pembentukan omnibus law ugal-ugalan. Seperti halnya Undang-undang KPK yang berjalan sangat cepat, peraturan sapu jagat ini juga berpotensi sama karena harus selesai dalam seratus hari. “Ini aturan dari mana?" katanya.