TEMPO.CO, Jakarta - Komnas Perempuan meminta Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR membentuk panitia khusus atau Pansus dalam merumuskan Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). RUU yang batal disahkan pada periode sebelumnya ini, masuk dalam daftar RUU Prolegnas 2020.
"Kami mengharapkan pembahasan RUU PKS dilakukan melalui Pansus, karena sifat RUU PKS yang lintas sektoral baik kesehatan, sosial, hukum, pendidikan," ujar anggota Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi saat dihubungi Tempo pada Jumat, 17 Januari 2020. Dalam RUU PKS ini, Komnas berharap perspektif perlindungan korban, hukum dan HAM yang dikedepankan, sehingga tidak menjadi alat politisasi yang menyebabkan kepentingan korban diabaikan.
Komnas juga meminta pemerintah dan DPR mempertahankan elemen-elemen RUU PKS, yaitu (1) Pencegahan; (2) Sembilan bentuk kekerasan seksual; (3) Hukum Acara Pidana (4) Ketentuan Pidana (5) Pemulihan dan (6) Pemantauan.
"Untuk itu, agar pembahasan efisien dan melibatkan sektor-sektor lain, akan lebih baik pembahasan dalam bentuk Pansus," ujar Siti.
Pembahasan RUU PKS ini sudah mangkrak selama tiga tahun. Padahal, prasyarat pembahasan RUU PKS sudah dilakukan Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI periode sebelumnya. Mulai dari rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah ormas perempuan, penyaringan pendapat juga sudah dilakukan hingga ke daerah-daerah. Bahkan studi banding juga sudah dilakukan ke Kanada dan Prancis.
Sebelumnya, RUU PKS hanya dibahas melalui panitia kerja atau Panja di Komisi VIII DPR RI. Beberapa hal yang menuai perdebatan sehingga RUU PKS ini urung disahkan di antaranya; mengenai pemilihan judul dan terkait pidana dan pemidanaan. Sejumlah pasal dalam RUU ini dinilai banyak yang bertentangan dengan Undang-Undang induk atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sementara itu, RKHUP belum juga rampung.