TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengkritik target Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar DPR segera menyelesaikan draf omnibus law dalam 100 hari terlampau ambisius dan rentan menimbulkan masalah.
"Terlalu ambisius Jokowi ini" ujar Lucius saat dihubungi Tempo pada Jumat, 17 Januari 2020. Pemahaman yang minim soal konsep omnibus law saja sudah menjadi tantangan. Ia mempertanyakan target selesai membahas dalam 100 hari.
Belum lagi, ujar Lucius, penyusunan naskah akademik dan draf RUU-nya saja sampai sekarang belum kelihatan. "Proses ini dilakukan agak tertutup, entah untuk kepentingan apa?" ujar dia.
Menurut Lucius, pemerintah dan DPR sejak tahap paling awal harus membuka ruang partisipasi publik untuk turut memberikan masukan, agar tidak terjadi protes di kemudian hari. Tak perlu terburu-buru. "Target 100 hari Jokowi justru bisa membuat proses pembahasan menjadi tergesa-gesa dan tidak berkualitas," ujar Lucius.
Presiden Jokowi sebelumnya mentargetkan draf omnibus law ini selesai sebelum 100 hari kerja. Artinya, naskahnya harus selesai sebelum 28 Januari 2020, jika angka 100 hari kabinet Jokowi periode kedua berjalan sejak 20 Oktober 2019.
Sejauh ini, ada empat Rancangan Undang-Undang (RUU) sapu jagat atau omnibus law yang masuk dalam daftar prioritas pembahasan tahun ini, yakni; RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, RUU tentang Kefarmasian, dan RUU tentang Ibu Kota Negara.
Dalam bahasa sederhana, omnibus law adalah sebuah undang-undang yang mengatur atau mencabut sejumlah undang-undang lain. Dalam RUU cipta lapangan kerja misalnya, akan ada 82 Undang-Undang dan 1.194 pasal yang akan diselaraskan dengan omnibus law.