TEMPO.CO, Jakarta - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menanggapi pernyataan politikus PDIP Masinton Pasaribu yang mengaku mendapatkan surat perintah penyelidikan (Sprinlidik) dari seseorang bernama Novel Yudi Harahap.
“Saya tidak tahu apa maksud Bang Masinton menyampaikan bahwa sprinlidik itu diberikan oleh seseorang yang beliau tidak kenal namun memperkenalkan diri sebagai Novel Yudi Harahap. Namanya memang hampir mirip dengan nama saya Yudi Purnomo Harahap, tapi tidak ada kata 'Novel' di depan nama saya,” kata Yudi dalam keterangan tertulis, Kamis 16 Januari 2020.
Ketua Wadah Pegawai KPK ini mengatakan ia tidak sedang berada di Jakarta pada Senin, 13 Januari 2020, hari di mana Masinton mengaku mendapatkan surat tersebut. “Lagi pula sejak Senin, 13 Januari 2020, saya sedang tidak berada di Jakarta dalam rangka pekerjaan,” katanya.
Ia memastikan orang yang disebut Masinton bukan dirinya. Ia pun mengaku tak tahu apa motif dari orang yang mengaku bernama mirip dengan namanya.
Yudi menegaskan bersedia untuk dikonfrontir dengan Masinton apabila keterangannya dibutuhkan oleh Dewan Pengawas KPK.
Menurut Yudi, dia tidak terlibat dengan kasus dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU, baik sebagai penyelidik atau pun penyidik. “Saat ini, saya dan pegawai KPK lainnya tetap fokus saja kepada pekerjaan kami,” kata dia.
Masinton mengaku mendapatkan sprinlidik itu pada Selasa, 14 Januari 2020 sekitar pukul 14.00 WIB dari seseorang yang mendatanginya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
"Ada seseorang yang menghampiri saya di Gedung DPR RI dengan memperkenalkan diri bernama Novel Yudi Harahap, kemudian memberikan sebuah map yang disebutkannya sebagai bahan pengaduan masyarakat kepada Anggota Komisi III DPR RI," kata Masinton lewat keterangan tertulis, Kamis, 16 Januari 2020.
Menurut Masinton, setelah menyerahkan map orang tersebut langsung pergi. Masinton mengaku baru membuka map itu di ruang kerjanya.
Pada saat dibuka, Masinton menyebut map itu berisi selembar kertas yang bertuliskan surat perintah penyelidikan KPK dengan nomor 146/01/12/2019, tertanggal 20 Desember 2019 yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo.