TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan belum mengetahui kenapa surat perintah penyelidikan (Sprinlidik) kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan bisa sampai di tangan Politikus PDIP Masinton Pasaribu.
“Anda tanya ke penyidik, saya nggak tahu,” kata anggota Dewan Pengawas KPK Syamsudin Haris saat dihubungi, Kamis 16 Januari 2020.
Syamsudin mengatakan Dewan Pengawas akan mengevaluasi hal tersebut. “Memang sudah menjadi tugas dewas mengawasi dan mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK. Itu amanat Undang-Undang KPK yang baru,” katanya.
Sebelumnya Masinton memamerkan surat penyelidikan KPK saat tampil dalam acara ILC Selasa, 14 Januari 2020. Ia menunjukkan selembar Sprinlid tertanggal 20 Desember 2019 untuk kasus suap Wahyu Setiawan yang kini tengah diselidik komisi antikorupsi. Ketika itu, ia sedang membahas ada tidaknya surat perintah untuk penyelidik yang ingin menyegel ruangan di DPP PDIP.
Masinton mengaku mendapatkan surat itu pada Selasa, 14 Januari lalu sekitar pukul 14.00 WIB dari seseorang yang mendatanginya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
"Ada seseorang yang menghampiri saya di Gedung DPR RI dengan memperkenalkan diri bernama Novel Yudi Harahap, kemudian memberikan sebuah map yang disebutkannya sebagai bahan pengaduan masyarakat kepada Anggota Komisi III DPR RI," kata Masinton lewat keterangan tertulis, Kamis, 16 Januari 2020.
Menurut Masinton, setelah menyerahkan map orang tersebut langsung pergi. Masinton mengaku baru membuka map itu di ruang kerjanya.
Pada saat dibuka, Masinton menyebut map itu berisi selembar kertas yang bertuliskan surat perintah penyelidikan KPK dengan nomor 146/01/12/2019, tertanggal 20 Desember 2019 yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo.