TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum menyatakan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan mengakui sempat bertemu dengan pihak-pihak yang akan menyuapnya. Namun, Wahyu mengaku sulit menolak ajakan itu karena alasan pertemanan.
"Kami sempat tanyakan, kenapa tidak berusaha mencegah pertemuan di luar kantor, beliau dalam posisi sulit, karena alasan pertemanan. Tentu bagian itu kami nilai dalam perspektif kode etik," kata pelaksana tugas Ketua DKPP Muhammad di Gedung KPK, Rabu, 15 Januari 2020.
Wahyu menyampaikan hal tersebut dalam sidang kode etik DKPP yang dilakukan di Gedung KPK. Sidang kode etik dilakukan DKPP setelah Wahyu terjaring operasi senyap KPK pada 8 Januari 2020. Wahyu diduga menerima Rp 900 juta bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.
Suap diduga diberikan oleh caleg PDIP Harun Masiku dan kader PDIP bernama Saeful Bahri. Suap diberikan untuk memuluskan jalan Harun menjadi Anggota DPR lewat jalur pergantian antarwaktu.
Saat konferensi pers penetapan tersangka, Wahyu disebut melakukan sejumlah pertemuan dengan Agustiani dan Saeful. Pada pertengahan Desember 2019, Wahyu menerima Rp 400 juta melalui tiga perantara yakni Agustiani, kader PDIP Doni dan Saeful. Agustiani kemudian memberikan Rp 200 juta kepada Wahyu di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Wahyu kembali menerima duit dari Agustiani.
Muhammad mengatakan DKPP mencecar Wahyu terkait pertemuan dengan orang-orang tersebut. Menurut dia, pertemuan itu rawan konflik kepentingan. "Majelis mendalami dan menanyakan kenapa anda tidak berusaha menolak pertemuan yang bisa membuat konflik kepentingan itu," kata dia.
Menurut dia, aturan di DKPP menyatakan anggota KPU dilarang bertemu dengan pihak yang rawan konflik kepentingan di luar kantor. "Setiap penyelenggara pemilu itu harus mampu menjaga potensi konflik kepentingan," kata dia.
Muhammad berkata setelah sidang ini DKPP akan melakukan rapat pleno untuk menentukan status Wahyu sebagai komisioner KPU. Hasil rapat ditargetkan dapat dipublikasikan esok hari.