TEMPO.CO, Jakarta - Serikat pekerja menolak Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja yang akan dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka menilai RUU omnibus law yang diinginkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ini bakal merugikan kelas pekerja.
"Jika diblejeti, Omnibus Law RUU Cilaka ini sebenarnya adalah revisi Undang-undang Ketenagarkerjaan yang sejak 2006 selalu ditolak buruh," kata perwakilan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), Nining Elitos dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu, 15 Januari 2020.
Nining membeberkan, setidaknya ada lima alasan penolakan kelompok buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini. Pertama, aturan tersebut dinilai akan semakin memiskinkan kelas buruh Indonesia.
Ketua Umum Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) ini mengatakan, RUU Cipta Lapangan Kerja menjanjikan kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK), pengurangan pesangon secara besar-besaran, perluasan jenis pekerjaan kontrak-outsourcing, perhitungan upah berdasarkan jam kerja, dan lainnya.
Menurut Nining, pemerintah juga akan memanjakan para pengusaha dengan menghapus pidana perburuhan dan menggantinya dengan sanksi perdata berupa denda dan sanksi administrasi. Gebrak menilai beleid ini akan berimbas buruk pada 55 juta buruh formal di semua sektor. "Dalam beberapa kesempatan, pemerintah dengan bangga mengumumkan konsep easy hiring-easy firing atau mudah rekrut, mudah pecat dalam RUU Cilaka untuk menggenjot investasi," kata Nining.
Ketua Pengurus Harian Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Ellena Ekarahendy mengatakan, RUU Cipta Lapangan Kerja juga merugikan para pekerja muda dan calon pekerja. Dalam kondisi pasar tenaga kerja fleksibel yang terus diperluas, ujar dia, para pekerja muda dan calon pekerja tak akan memiliki jaminan atas pekerjaan atau job security.
Mereka kemungkinan hanya akan direkrut menjadi pekerja kontrak atau pekerja lepas. Kata Ellena, para pekerja muda dan calon pekerja ini juga terancam pemecatan sewaktu-waktu. "Kondisi ini memperparah nasib para pekerja muda dan calon pekerja hari ini yang kerap dieksploitasi keringatnya menggunakan aturan tentang pemagangan yang membuat mereka menerima upah jauh dari layak," kata Ellena.
Ketiga, Gerakan Buruh menilai pembuatan omnibus law bermasalah dalam sistem hukum di Indonesia. Gebrak mengutip pernyataan mantan hakim konstitusi Maria Farida yang menyebut omnibus law tidak lazim diterapkan di negara yang menganut sistem hukum civil law seperti Indonesia.
Penerapan omnibus law justru diprediksi akan menimbulkan persoalan baru dalam sistem hukum Indonesia yang sudah tumpang tindih dan saling bertabrakan. Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, mengatakan penyusunan omnibus law tetap harus taat pada Undang-undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. "Bila tidak, bukan tidak mungkin akan muncul masalah baru seperti dalam sistem perundang-undangan hingga ketidakpastian hukum," kata Arif.
Gebrak juga menilai proses perumusan terkesan dilakukan tergesa-gesa, tertutup, dan tanpa ada upaya mendengarkan pendapat publik. Apalagi, komposisi Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law bentukan pemerintah pun didominasi pengusaha, perwakilan pemerintah daerah, dan akademisi.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Ilhamsyah, mengatakan RUU Cipta Lapangan Kerja yang disusun untuk menggenjot investasi ini akan mengorbankan rakyat banyak. Sebaliknya, aturan itu melindungi kepentingan para investor. "Gebrak berkesimpulan RUU Cilaka hampir pasti akan menjadi fatamorgana pertumbuhan ekonomi dan hanya membuat rakyat cilaka (celaka)," kata Ilhamsyah.
Gagasan omnibus law Cipta Lapangan Kerja pertama kali dilontarkan Presiden Jokowi dalam pidatonya di Gedung DPR/MPR pada 16 Agustus lalu. Rancangan undang-undang sapu jagat itu pun akan segera dibahas oleh parlemen dan pemerintah. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. mengatakan, draf omnibus law Cipta Lapangan Kerja itu sudah rampung dan dikirim ke DPR.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA