TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan seluruh komisioner sudah setuju saat rapat pleno memutuskan Riezky Aprilia sebagai pengganti calon legislatif asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Nazarudin Kiemas yang meninggal.
Arief mengatakan tindakan komisioner KPU Wahyu Setiawan yang meminta duit agar Harun Masiku bisa menggantikan Nazarudin Kiemas, adalah persoalan pribadi.
“Ya itu di luar yang bisa kami kontrol karena ketika kami mengambil keputusan itu tidak ada perbedaan pendapat Pak,” kata Arief dalam rapat dengar pendapat dengan KPU, Bawaslu, dan DKPP di Komisi II DPR RI, Selasa 14 Januari 2020.
Saat rapat pleno, kata Arief, ketujuh komisioner sudah menyatakan pendapat dan semuanya sepakat mufakat. Kontrol KPU, kata dia, hanya sejauh pengambilan keputusan secara kolektif kolegial dalam rapat pleno tersebut.
KPU sendiri selepas Wahyu ditangkap menurut Arief mengatakan KPU telah mengambil sikap. Pertama kepada Presiden, terkait proses administrasi, untuk memberhentikan Wahyu. Selain itu ia mengaku telah melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat karena uji kelayakan dan kepatutan komisioner KPU dilakukan oleh DPR.
“Ketiga kami sudah mengirim laporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) persoalan etik, selain persoalan pidana, soal etik kami merasa perlu melaporkan ke DKPP,” katanya.
Sebelumnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung meminta suara caleg mereka Nazarudin Kiemas yang meninggal dialihkan kepada Harun Masiku. Mahkamah Agung menolak gugatan PDIP, namun mengeluarkan fatwa yang menyatakan partai berhak menetapkan calon anggota legislatif terpilih.
Atas dasar fatwa ini PDIP kemudian melayangkan surat kepada KPU untuk meminta Harun Masiku menggantikan Nazarudin Kiemas. Tapi atas dasar rapat pleno, KPU memutuskan yang berhak sebagai anggota legislatif adalah Riezky Aprilia karena ia mendapat suara terbanyak kedua setelah Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian diduga menjanjikan bisa meloloskan keinginan Harun dan meminta Rp 900 juta sebagai imbalan.