TEMPO.CO, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengembangkan dugaan keterlibatan aktor-aktor dalam perkara suap jual beli pergantian antar waktu di DPR RI oleh caleg PDIP dan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. “Adanya perintah salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara,” kata peneliti ICW Donal Fariz melalui keterangan tertulis, Jumat 10 Januari 2020.
Penyidikan KPK dalam kasus suap itu menemukan adanya komunikasi antara PDIP dan KPU melalui surat. ICW menyebut proses itu menunjukan adanya peran partai untuk turut mendorong proses PAW. Padahal ketentuan penggantian calon terpilih diatur dalam pasal 426 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang berbunyi:
“Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan perolehan suara calon terbanyak berikutnya.”
Tadi malam, KPK menetapkan Wahyu Setiawan sebagai tersangka suap. Dia diduga menerima duit sebesar Rp 600 juta dari seorang caleg PDIP Harun Masiku untuk pergantian antar waktu atau PAW anggota DPR RI.
Seorang anggota PDIP disinyalir terlibat dalam kasus suap terhadap Komisioner KPU ini. KPK sebelumnya telah membuka peran staf PDIP ini dalam kasus pemberian duit kepada Wahyu.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan seseorang advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung. Pengajuan ini terkait caleg PDIP dari Sumatera Selatan, Nazarudin Kiemas, yang meninggal pada Maret 2019. PDIP ingin suara Nazarudin, sebagai pemenang Pileg, masuk kepada Harun Masiku.
MA mengabulkan gugatan ini. Namun, nama 'pengurus DPP PDIP yang memerintahkan' itu tidak disebut oleh KPK. Advokat Doni yang diperintahkan itu pun tidak ditetapkan menjadi tersangka atas perannya.