TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka dalam kasus suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, terkait penetapan anggota DPR.
"KPK melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan penetapan anggota DPR-RI Terpilih 2019-2024," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung Merah Putih KPK, Kamis petang, 9 Januari 2020.
Dalam operasi senyap, KPK menyita barang bukti duit suap senilai Rp 400 juta berbentuk mata uang Sin$ dan buku rekening. Harun disinyalir memberikan uang tersebut kepada Wahyu untuk membantunya menjadi caleg DPR terpilih 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas.
Harun merupakan caleg PDIP Dapil I Sumatera Selatan dengan nomor urut 6 yang maju pada Pemilu Legislatif 2019. Daerah pemilihan itu meliputi Kota Palembang, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Kota Lubuklinggau.
Dalam kontestasi pemilihan anggota Dewan pada April 2019 lalu, Harun kalah suara dari seniornya, Nazarudin. Namun, sebelum ditetapkan sebagai anggota dewan, Nazarudin meninggal.
KPU kemudian memberikan jatah kursi Nazarudin ke Riezky Aprilia, caleg PDIP yang meraih suara terbanyak kedua. Akan tetapi, berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, PDIP justru menginginkan Harun Masiku yang menggantikan Nazarudin di DPR.
Lili mengatakan pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni, seorang pengacara, mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, 9 Januari 2020.
Sebelum hijrah ke PDIP, Harun tercatat aktif sebagai anggota Partai Demokrat. Pada 2009, ia menjadi Tim Sukses Pemenangan Pemilu dan Pilpres Partai Demokrat Sulawesi Tengah untuk memenangkan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Ia pernah maju sebagai caleg dari Demokrat.
Harun pernah menjadi Tenaga Ahli Komisi III DPR pada 2011. Ia juga aktif sebagai Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Tempo, Harun memang memiliki latar belakang pendidikan hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, pada 1994. Kemudian, ia melanjutkan sekolah ke Inggris. Ia memilih mengenyam bangku kuliah di University of Warwick United Kingdom.
Harun mengikuti program Postgraduate Programme in International Economic Law. Program itu berlangsung pada 1998 hingga 1999. Saat bersekolah di Inggris, dia tercatat pernah menjadi Ketua Persatuan Pelajar Indonesia United Kingdom West Midland.